Sabtu, 16 Oktober 2021

Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran

            


            Dalam kehidupan sehari-hari sebagai pendidik ataupun sebagai bagian dari suatu organisasi, kita sering diperhadapkan pada situasi berupa bujukan moral dan dilema etika. Bujukan moral adalah situasi dimana kita dihadapkan pada dua situasi apakah kita akan memilih opsi yang benar atau salah. Sedangkan dilema etika adalah ketika kita diperhadapkan pada situasi benar lawan benar. Dalam kondisi seperti ini, kita dituntut untuk bisa memberikan keputusan yang tepat sehingga tidak merugikan orang lain.

Latar belakang pengetahuan yang dimiliki akan sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan yang diambil. Sebagai contoh, kemampuan memahami pandangan Ki Hajar Dewantara yang dikenal dengan filosofi pratap triloka yaitu Ing Ngarso Sung Thulada (Didepan memberi teladan), Ing Madya Mangun Karsa (Ditengah memberi semangat), Tut wuri Handayani (Di belakang memberi dorongan) sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Apapun keputusan yang diambil tentunya akan tetap memperhatikan peran guru sebagai pemberi teladan, pemberi semangat dan pemberi motivasi.

Selain latar belakang pengetahuan,  nilai-nilai yang tertanam dalam diri juga sangat berpengaruh pada pengambilan keputusan. Seseorang yang memiliki nilai diri yang baik seperti jujur, bijaksana, kreatif, inovatif, dll pasti akan mengambil keputusan yang tepat dan tidak akan merugikan orang banyak. Oleh karena itu, untuk bisa membuat keputusan yang baik hendaknya terlebih dahulu memperbaiki nilai diri.

Agar keputusan yang diambil nantinya tepat, maka teknik coaching yang telah dipelajari pada modul sebelumnya dapat dijadikan salah satu bagian dari proses pengambilan keputusan. Teknik coaching dapat membantu menggali informasi lebih jauh sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Selain itu, tekhnik coaching juga sangat tepat digunakan untuk mengetahui sejauh mana efektifitas keputusan yang telah diambil.

Ketika menghadapi situasi bujukan moral dan dilema etika, terkadang kita bingung untuk menentukan keputusan yang tepat. Oleh karena itu, bagaimanapun kondisinya, pengambilan keputusan harus disesuaikan dengan nilai-nilai yang dianut layaknya seorang pendidik yaitu memberi teladan, bersikap bijaksana, adil, kreatif dan inovatif. Keputusan yang diambil harus disesuaikan dengan prinsip pengambilan keputusan serta mengikuti 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.

Pengambilan keputusan yang tepat tidak akan merugikan orang banyak tapi sebaliknya memberikan manfaat yang sangat besar kepada sekitarnya sehingga hubungan individu ataupun kelompok menjadi harmonis, situasi lingkungan menjadi aman dan kondusif karena tidak ada konflik.

Kesulitan yang dihadapi dalam pengambilan keputusan terhadap kasus dilema etika yang terjadi di lingkungan sekitar adalah paradigma masyarakat. Pengambilan keputusan masih sangat dipengaruhi oleh paradigma masyarakat di lingkungan tersebut sehingga tidak jarang kita melihat kepentingan pribadi atau kelompok tertentu lebih dipertimbangkan sehingga tidak objektif dalam pengambilan keputusan.

Prinsip merdeka belajar yang diaplikasikan oleh seorang guru tentunya akan tercermin pada keputusan yang diambilnya. Guru akan selalu mengambil keputusan yang berpihak pada murid sehingga mereka akan merasakan banyak manfaat dari keputusan yang diambil oleh gurunya sebagai pemimpin pembelajaran. Salah satunya dengan melibatkan murid dalam pengambilan keputusan terkait pembelajaran yang diharapkan oleh murid.

Seorang pemimpin pembelajaran yakni pendidik adalah pemberi teladan, pemberi semangat dan pemberi motivasi bagi muridnya sesuai filosofi pratap triloka. Oleh karena itu, pendidik harus mampu mengambil keputusan yang nantinya akan sangat berpengaruh pada masa depan muridnya, sala s atu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan membantu dan mendorong siswa untuk memperbaiki nilai yang ada pada dirinya agar menjadi bekal dalam menghadapi masa depan yang penuh tantangan

Kesimpulan yang saya ambil dalam modul ini adalah bahwa dalam kehidupan sehari-hari kita sering diperhadapkan dengan situasi bujukan moral ataupun dilemma etika. Keputusan yang diambil seringkali masih sangat dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan, nilai-nilai yang tertanam dalam diri, perubahan paradigma serta kemampuan menganalisis kasus yang ada. Olah karena itu, sebelum mengambil keputusan terlebih dahulu harus mengtahui paradigma diletma etika, prinsip pengambilan keputusan dan mengikuti 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.

Materi modul 3.1 Pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran sangat berkaitan dengan materi modul 1.1 yaitu filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara, modul 1.2 Nilai diri, modul 1.3 Visi guru penggerak, modul 1.4 penanaman budaya positif dan modul 2.3 teknik Coaching. Pemahaman yang baik terhadap filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara, Nilai diri yang baik, adanya visi sebagai guru penggerak, keinginan untuk menanamkan atau menumbuhkan budaya positif di sekolah akan sangat berpengaruh dalam mengambil keputusan layaknya seorang pemimpin pembelajaran. Begitu pula pengetahuan tentang teknik coaching, sangat bermanfaat dalam menggali informasi sebelum mengambil keputusan dan mengetahui efektivitas keputusan yang telah diambil.


Terima Kasih

Oktober 2021

Jumat, 24 September 2021

PEMBELAJARAN DI MASA PANDEMI MENJADIKAN GURU KREATIF ATAU MASA BODOH?

 

“Sebuah perspektif pribadi dalam upaya memotivasi diri sendiri dan rekan guru lainnya untuk terus menjadi pendidik yang kreatif disegala kondisi”

 

Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) adalah virus yang menyerang system pernafasan. Penyakit yang disebabkan oleh virus ini disebut Corona Virus Disease 2019 atau yang lebih dikenal dengan sebutan Covid-19. Penyakit ini pertama kali ditemukan di China pada akhir 2019 yang kemudian menyebar luas di seluruh dunia sehingga pada tanggal 9 Maret 2020 World Health Organization (WHO) secara resmi mendeklarasikan Covid-19 sebagai pandemi.

Covid-19 masuk ke Indonesia di awal tahun 2020 sehingga jika dihitung-hitung, pandemi ini  sudah berlangsung lebih dari 1 tahun bahkan sudah hampir 2 tahun dan sejak itu pula Indonesia berada di masa pandemi.

Memasuki masa pandemic, banyak sekali perubahan yang terjadi, baik dalam pola hidup maupun kebiasaan kita sehari-hari. Betapa tidak, yang tadinya kita bebas mau kemana saja dan melakukan apa saja, kini semua serba dibatasi. Jargon masa pandemi seperti memakai masker, jaga jarak, di rumah aja dan rajin cuci tangan, bisa kita dengar dan lihat dimana-mana, baik dalam bentuk poster, spanduk, flyer, iklan tv dan radio serta media social sehingga sangat jelas terekam di memori karena begitu akrabnya dengan indra penglihatan dan pendengaran kita.

Jika dulu kita bebas bepergian, travelling kemana saja, ngumpul sama teman dan keluarga kapan saja, maka di masa pandemi ini semuanya serba dibatasi terutama aktivitas yang dilakukan di luar rumah, terlebih lagi jika kegiatan tersebut melibatkan orang banyak. Pemerintah sepertinya betul-betul waspada dengan penyebaran covid-19 yang semakin hari semakin memakan banyak korban sehingga ditetapkanlah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sekitar pertengahan tahun 2020

Pada saat PSBB, segala bentuk kegiatan yang melibatkan banyak orang, sama sekali tidak diperbolehkan. Tidak ada acara pernikahan, kegiatan rapat dan pertemuan ditiadakan, bandara tutup, mall tutup, bahkan sekolah dan tempat ibadah juga di tutup.

Masyarakat terpenjara di rumah masing-masing. Semua ketakutan dengan wabah covid karena penyakit ini sangat mudah penularannya. Orang yang terpaksa keluar rumah harus berganti pakaian dan mandi sebelum berinteraksi dengan anggota keluarga lain untuk memastikan tubuhnya bersih dari virus tersebut

 Aturan pembatasan sosial berskala besar seperti buah simalakama bagi pemerintah. Disatu sisi, ingin melindungi rakyat dari wabah, tapi disisi lain sektor penting penopang keberlangsungan negara ini juga menjadi lumpuh. Perekonomian lumpuh total dengan ditutupnya pasar dan mall. Sektor pariwisata mati suri dengan ditutupnya tempat hiburan, tempat wisata dan hotel. Sektor perhubungan pun sama terpuruknya dengan ditutupnya stasiun, bandara dan pelabuhan. Lalu bagaimana dengan dunia pendidikan?

Pendidikan selalu menjadi hal yang menarik untuk di bahas, bahkan sejak awal pandemi dan semua sekolah ditutup. Apa yang membuatnya menarik? Karena kebijakan pembelajaran jarak jauh selalu menjadi kontroversi dan pembicaraan yang hangat. Pola pendidikan yang berubah hampir 3600 secara tiba-tiba dan tanpa persiapan membuat semua menjadi kalang kabut.

Sekolah dipaksa berpikir keras untuk menentukan moda pembelajaran jarak jauh yang tepat dan bisa mengakomodasi semua siswanya untuk mengikuti pembelajaran, Kondisi siswa dengan tingkat ekonomi berbeda menjadi salah satu hal yang perlu dipertimbangkan karena pada kenyataannya tidak semua siswa memiliki Hp dan biaya yang cukup untuk membeli kuota. Belum lagi jika ditempat tinggal siswa tersebut tidak ada jaringan internet sehingga semakin menyulitkan jika pembelajaran dilakukan secara online. Semua hal tersebut menjadi hal yang perlu dipertimbangkan dengan baik sebelum memutuskan moda pembelajaran jarak jauh yang cocok diterapkan oleh sekolah.

 Pembelajaran jarak jauh menjadi sesuatu yang baru dikalangan siswa. Mereka dipaksa belajar sendiri di rumah tanpa bimbingan langsung dari guru. Hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri karena mengikuti pembelajaran dengan bimbingan langsung dari guru saja kadang mereka tidak paham materi yang diajarkan apalagi jika belajar sendiri dan tidak bisa bertanya langsung ke gurunya. Belum lagi jika mereka kesulitan mengakses materi pelajaran karena terkendala jaringan.

Bagi siswa yang pintar dan memiliki motivasi belajar yang tinggi, tentunya akan selalu ada jalan baginya untuk belajar dan mendapatkan ilmu dari media dan sumber belajar apa saja, tapi bagaimana dengan siswa yang motivasi belajarnya rendah dan cenderung malas? Jika sewaktu belajar di sekolah saja sangat sulit baginya mengikuti pembelajaran apalagi di masa pandemi seperti sekarang dimana mereka tidak diharuskan bangun dan mandi pagi untuk berangkat ke sekolah. Siswa seperti ini menjadi “pekerjaan rumah” dan tantangan sendiri bagi sekolah, guru dan orang tua.

Berbicara pembelajaran yang dilakukan di rumah tentunya tidak akan lepas dari peran orang tua sebagai fasilitator yang memastikan bahwa pembelajaran tersebut tetap berlangsung sekalipun dilaksanakan di rumah. Pembelajaran jarak jauh menambah beban orang tua di rumah karena harus berperan ganda sebagai pencari nafkah sekaligus sebagai ‘guru” di rumah. Bagi orang tua yang anaknya sudah berada di level SMP dan SMA, bebannya mungkin lebih ringan karena hanya perlu mengawasi dan memastikan anaknya belajar serta tugasnya dikerjakan. Tapi bagaimana dengan orang tua yang anaknya berada di level SD dan TK? Anak yang belum mampu mengerjakan tugas sendiri hanya dengan menonton video pembelajaran atau mendengarkan petunjuk dari guru melalui voice note secara otomatis akan sangat bergantung dengan orang tuanya. Orang tua harus bisa menjadi guru yang bisa memberikan petunjuk dan menjelaskan materi agar anaknya bisa mengerjakan tugas tersebut, apalagi jika anak tersebut berada di kelas rendah dengan kemampuan membaca saja yang masih terbata-bata. Pertanyaannya sekarang bagaimana jika orang tua memiliki level pendidikan yang rendah sehingga selain tidak melek IT, ia juga tidak paham materi yang sedang dipelajari anaknya. Lantas bagaimana caranya mengajari anaknya jika ia sendiri tidak paham?

Dalam hal ini, orang tua siswa di rumah betul-betul menjadi pihak yang sangat merasakan dampak pembelajaran jarak jauh di masa pandemi. Mereka harus mampu membagi waktu antara bekerja di luar rumah mencari nafkah sekaligus menjadi guru bagi anaknya di rumah. Di masa pandemi ini, beban orang tua makin berat. Pendapatan menurun drastis dengan banyaknya pembatasan beraktivitas, disisi lain biaya hidup semakin tinggi dengan tambahan biaya kuota perbulan, apalagi jika lebih dari 2 anak yang  sekolah dan semuanya belajar online. Untungnya pemerintah merespon cepat masalah yang dihadapi orang tua dengan memberikan bantuan kuota, yang meskipun tidak mencukupi tapi patut diapresiasi dan disyukuri karena tidak sedikit  dana yang digelontorkan untuk membiayai kuota pelajarar se Indonesia yang jumlahnya mencapai 45,3 juta jiwa pada tahun 2020. Sekalipun tidak mencukupi, namun bantuan kuota ini sangat ampuh dalam menutupi kebutuhan kuota untuk pembelajaran daring.

Dari sekian banyak masalah di dunia pendidikan pada masa pandemi, salah satunya yang paling disorot adalah profesi guru yang biasanya mengajar di dalam kelas, sekarang harus mengajar dari rumah dengan menggunakan aplikasi online. Pertanyaan tentang kompetensi guru dalam menggunakan aplikasi online, kemampuan memanage pembelajaran dari rumah, kemampuan guru merancang pembelajaran yang bisa membuat siswa terlibat aktif walaupun dilakukan dalam jarak jauh hingga pada  pertanyaan apakah masa pandemi membuat guru menjadi kreatif karena harus mempersiapkan pembelajaran lebih baik atau justru menjadikan guru masa bodoh dan hanya mengirimkan tugas untuk dikerjakan oleh siswa dan membebankan tanggung jawab ini ke orang tua sebagai “guru” di rumah?

Di awal pandemi, hampir semua guru mengalami kesulitan apatah lagi guru-guru yang berusia di atas 50 tahun ke atas dengan kemampuan IT yang terbatas. Mereka benar-benar dibuat bingung dengan konsep pembelajaran daring dimana mereka harus berakrab ria dengan komputer atau laptop yang hampir menjadi barang “sakral” bagi mereka. Bukan karena tidak mampu memilikinya tapi tidak tahu cara mengoperasikannya. Bagi guru yang mengajar di perkotaan, walaupun sudah memasuki masa purna bakti, hanya sebagian kecil dari mereka yang belum bisa mengoperasikan komputer/laptop karena memang tuntutan kehidupan diperkotaan mengharuskan penguasaan IT yang baik. Tapi bagaimana dengan guru di daerah, yang jarang bersentuhan dengan laptop/komputer kemudian diminta melakukan pembelajaran daring? Tidak semua siswa memiliki Hp dan kalaupun memiliki Hp, tidak ada dana untuk membeli kuota ditambah lagi bagi mereka yang hidup di perkampungan dengan kondisi jaringan internet yang tidak stabil.

Lantas benarkah bahwa pembelajaran di masa pandemic membuat guru masa bodoh? Guu masa bodoh akan menganggap pandemi sebagai liburan panjang sehingga cukup baginya mengirimkan tugas berupa soal-soal yang harus dijawab siswa sebagai upaya menggugurkan tanggung jawab di jam pelajarannya kemudian melakukan kegiatan lain yang tidak berhubungan dengan tugasnya. Gurumasa bodoh akan memberikan tugas yang banyak namun tugas tersebut tidak pernah dikoreksi ataupun dicek siapa yang sudah mengumpulkan dan siapa yang belum. Guru masa bodoh  metode mengajarnya tidak pernah berubah sejak awal pandemic hingga saat ini. Guru masa bodoh tidak pernah sekalipun melakukan pertemuan dengan siswa walaupun hanya pertemuan virtual hingga tiba saatnya ujian semester.

Adakah guru seperti itu di masa pandemi ini? Jawabannya mungkin saja karena guru adalah sebuah profesi yang tergantung pada karakter individu masing-masing. Siswa level SMA/MA/SMK yang sudah bisa memberikan penilaian terhadap cara mengajar guru, kadang mengeluhkan adanya oknum guru yang setiap pertemuan hanya mengirim tugas dan tidak ada umpan balik dari tugas yang dikirim, apakah jawaban siswa yang diberikan itu benar atau salah. Mereka juga mengeluhkan guru yang tidak pernah menjelaskan materinya, hanya meminta siswa membaca sendiri materi tersebut atau meminta siswa menonton video di youtube kemudian menjawab soal. Padahal, setelah melakukan wawancara, ternyata sebagian besar siswa sangat senang jika guru menjelaskan langsung materinya sekalipun hanya lewat video conference karena dengan begitu mereka bisa berinteraksi langsung dengan gurunya dan memberikan pertanyaan jika ada materi yang belum dipahami.

Jika ada guru yang bersikap masa bodoh di pandemi ini , mungkin sebenarnya mereka tidak tahu, belum tau atau tidak mau tahu tugas pokok dan fungsinya sebagai seorang guru. Atau guru tersebut memang memiliki karakter yang malas dan tidak kreatif. Guru yang seperti ini sebenarnya tidak memiliki jiwa pendidik dalam dirinya, sehingga ketika mendaftar sebagai guru, mungkin orientasinya hanya gaji tetap dan tunjangan sertifikasi yang cukup menggiurkan bagi pegawai negeri sipil non guru. Tidak dapat dipungkiri, tunjangan sertifikasi guru menjadi daya tarik tersendiri yang membuat orang berlomba-lomba mendaftar jadi guru sekalipun mereka menyadari bahwa sebenarnya tidak ada kompetensi sebagai pendidik dalam dirinya.

Seorang guru tidak cukup jika hanya memiliki kompetensi professional berupa penguasaan terhadap materi yang diajarkanh. Selain kompetensi professional, seorang pendidik harus memiliki kompetensi kepribadian, karakter yang baik agar bisa menjadi teladan bagi muridnya. Seorang pendidik juga harus memiliki kompetensi social agar dapat menjalin hubungan baik dengan siswa, rekan guru, kepala sekolah, orang tua siswa dan masyarakat. Dari 3 kompetensi guru yang telah disebutkan, tidak kalah penting adalah kompentensi pedagogik, karena hal ini berkaitan erat dengan cara guru mengelola kelas dan mengembangkan kurikulum sehingga menciptakan pembelajaran yang menarik dan menumbuhkan minat belajar siswa. 

Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Guru adalah penyelenggara pendidikan yang merupakan ujung tombak agar tujuan pendidikan nasional ini dapat tercapai. Mengapa? Karena guru yang bersentuhan dan berinteraksi langsung dengan peserta didik sehingga bertanggung jawab penuh dalam mengembangkan potensi dan membentuk karakter peserta didik agar sesuai dengan tujuan pendidikan.

Menurut Ki Hajara Dewantara, segala yang kita lakukan dalam dunia pendidikan adalah orientasinya pada anak (siswa). Guru harus mampu mendidik anak-anak dengan cara yang sesuai dengan tuntunan alam dan zamannya sendiri, serta menyesuaikan dengan kodratnya.  Muatan atau konten pengetahuan yang diadopsi dari luar tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam pendidikan diharapkan adanya perubahan budi pekerti. Budi pekerti adalah perpaduan gerak pikiran, perasaan, kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Kesempurnaan budi pekerti akan menimbulkan kebijaksanaan. Pembentukan karakter siswa melalui penanaman budi pekerti ini kemudian dibuatkan pedoman yang disebut dengan profil pelajar pancasila.

Seorang guru saat ini dituntut untuk dapat menciptakan pelajar yang berprofil pancasila. Profil pelajar pancasila adalah pelajar yang memiliki keinginan untuk belajar sepanjang hayat, berkompetensi global dan memiliki nilai-nilai pancasila. Profil pelajar pancasila tercermin melalui nilai beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bernalar kritis, bergotong royong, kreatif, mandiri dan berkhibennakaan global.

Seorang guru yang paham dengan tugas dan tanggung jawabnya akan senantiasa mengembangkan diri dan menggali potensinya agar menjadi guru yang lebih baik dan professional untuk anak didiknya sehingga pada akhirnya menjadi guru yang kreatif. Guru kreatif adalah guru yang mampu menciptakan sesuatu yang unik dan berbeda dari apa yang selama ini dilakukan dan menyesuaikan dengan kondisi yang dihadapi untuk kemajuan siswanya. Guru yang kreatif tidak akan berhenti karena keterbatasan sarana dan prasarana pembelajaran, karena ia tentunya akan membuat suatu produk inovasi untuk mengatasi keterbatasan tersebut. Guru kreatif tidak akan menyerah dengan situasi pandemi yang mengharuskan pembelajaran dilakukan secara daring karena selalu ada seribu satu macam cara yang akan dilakukan sebagai bentuk adaptasi agar pembelajaran tetap berlangsung.

Masa pandemi dimana pembelajaran harus dilakukan dari rumah, justru menjadi ajang asah kreatifitas bagi seorang guru yang kreatif, mereka berlomba-lomba  mengikuti webinar dan pelatihan online serta belajar otodidak melalui youtube untuk mengetahui metode dan media pembelajaran yang tepat untuk pembelajaran jarak jauh.

Bagi guru yang mengajar di sekolah yang terletak di perkotaan, yang tidak terkendala jaringan,  mereka berlomba-lomba belajar menggunakan aplikasi video conference agar tetap bisa melakukan interaksi dan bertatap muka dengan siswa walaupun hanya lewat video call. Metode pembelajaran ini disenangi sebagian besar siswa karena mereka tetap bisa bertemu dan berdiskusi dengan teman-temannya serta bertanya langsung kepada guru jika ada materi yang kurang dipahami. Meskipun demikian, kendala virtual meeting ini adalah boros penggunaan kuota dan membutuhkan jaringan yang betul-betul stabil untuk bisa mengaksesnya,.

Salah satu hikmah yang diperoleh seorang guru kreatif di masa pandemic adalah keterampilan dalam pembuatan video pembelajaran. Selama ini, guru cenderung malas membuat video pembelajaran karena tidak terlalu dibutuhkan. Mengapa mesti membuat video pembelajaran padahal jika dijelaskan secara langsung, siswa akan lebih paham. Kira-kira itulah salah satu alasan sehingga video pembelajaran jarang dibuat oleh guru. Namun dimasa pandemi, dimana kita dianjurkan untuk mengajar dari rumah, maka membuat video menjadi salah satu pilihan yang tepat bagi seorang guru kreatif. Proses pembuatan video pembelajaran dimulai dengan membuat rekaman video saat mengajar, mengedit video untuk memotong atau membuang isi video yang tidak berguna menggunakan aplikasi edit video lalu mengirimkan ke siswa melalui Whatsapp group atau google Classroom. Kelebihan video pembelajaran menurut siswa adalah karena bisa diputar berulang kali hingga materi yang dijelaskan dalam video betul-betul dipahami.

Membuat bahan ajar dalam bentuk modul dan Lembar Kerja Siswa bukan hal baru bagi guru karena sebelum pandemi pun guru sering membuatnya. Namun di masa pandemic dimana guru tidak bisa mengajar siswa secara langsung, modul dan LKS menjadi salah satu cara yang ampuh untuk tetap melakukan pembelajaran jarak jauh kepada siswa yang berada di wilayah yang belum memiliki jaringan internet. Guru yang kreatif merancang dan menyusun sendiri modul dan LKS yang diberikan kepada siswa sehingga betul-betul sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Bahkan ada guru yang dengan ikhlasnya menggunakan dana pribadi untuk mencetak dan menggandakan modul/LKS tersebut sebanyak jumlah siswanya. Moda pembejaran jarak jauh yang digunakan alam pemberian modul/LKS ini adalah moda luring, dimana siswa diminta ke sekolah mengambil modul untuk dipelajari di rumah. Modul yang telah dipelajari sampai selesai kemudian dikembalikan ke guru dan ditukar dengan modul baru untuk materi berikutnya. Strategi penggunaan modul/LKS ini banyak digunakan oleh guru SD.

Salah satu aplikasi yang paling banyak digunakan guru di masa pandemic adalah google classroom sebagai media pemberian materi serta pemberian dan pengumpulan tugas. Guru menjadikan  google classroom sebagai kelas maya tempat berinteraksi dengan siswa dalam satu kelas. Disini siswa bisa mengumpulkan tugas kemudian guru memeriksa tugas dan memberi umpan balik atas tugas tersebut. Kelebihan google classroom adalah semua aktivitas terdokumentasi dengan baik dan guru bisa membuat jadwal kapan tugas tersebut bisa dibuka oleh siswa dan batas akhir pengumpulannya.

Guru kreatif yang menyadari akan perbedaan karakteristik, gaya belajar dan minat belajar siswa akan memadukan ketiga metode dia atas dalam pembelajaran daring sehingga siswa MERDEKA BELAJAR, yaitu siswa memiliki kebebasan untuk menentukan sendiri cara belajar yang tepat dan sesuai minatnya, mengikuti virtual meeting, menonton video pembelajaran, mengerjakan modul atau mengikuti semuanya.

Pembelajaran daring  di masa pandemi sudah berjalan selama 1,5 tahun dan sepertinya guru, siswa dan orang tua sudah mulai terbiasa dengan kondisi ini. Meskipun tentunya semua pihak sangat berharap pandemic ini cepat berakhir dan pembelajaran tatap muka segera dilaksanakan karena bagaimanapun kreatifnya seorang guru, pembelajaran jarak jauh membuat perlakuan dan interaksi dengan siswa menjadi sangat terbatas sehingga hubungan sosial emosional antara siswa dan guru menjadi berkurang. Padahal hubungan sosial emosional yang erat antara guru dan siswa sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pembelajaran.       

Dibalik segala keterbatasan yang kita hadapi di masa pandemi ini, ternyata ada begitu banyak hikmah yang kita peroleh. Jika dulu siswa sering meremehkan gurunya, sekarang mereka sadar bahwa ternyata secanggih apapun teknologi, tidak bisa menggantikan peran guru di kelas yang mendidik mereka dengan sepenuh hati. Orang tua siswa yang tadinya juga kadang tidak menghargai guru sehingga dengan mudahnya mencibir, menghina bahkan memenjarakan guru hanya karena berupaya mendisiplinkan anaknya, kini setelah merasakan menjadi guru di rumah selama masa pandemi, pun mulai mengakui bahwa ternyata menjadi guru itu sulit, mengajar seseorang dari tidak tau menjadi tahu bukanlah hal yang mudah dan mengontrol emosi serta berusaha tetap sabar disaat anak berulah itu membutuhkan manajemen emosi tingkat dewa. Di masa pandemi ini, sudah sering kita mendengar orang tua melakukan kekerasan hanya karena tidak sabar mendampingi anaknya belajar. Sungguh pelajaran berharga untuk tidak menjudge dan meremehkan suatu profesi karena kita tidak tahu kesulitan apa yang ada dibaliknya.

 Sebagai penutup, mari kita terus bermuhasabah diri, tanyakan kembali kepada diri kita, apakah pandemic ini menjadikan kita guru kreatif atau malah menjadi guru masa bodoh yang menutup mata dari siswa dan orang tuanya yang telah menaruh harapan besar di pundak kita?

Jika memang selama ini kita masih menjadi salah seorang dari guru masa bodoh tersebut, maka mulai sekarang mari kita memperbaiki nawaetu, menyadari tugas pokok dan tanggung jawab kita dalam mencersdaskan anak bangsa. Karena menjadi pendidik itu sesungguhnya bukan hanya perkara dunia tapi bisa menjadi amal jariah pemberat timbangan kebaikan di yaumul hisab kelak jika kita ikhlas menjalaninya.

Dari sekian banyak siswa yang pernah kita didik, Insya Allah akan ada satu atau dua orang yang akan mengamalkan hal baik yang pernah kita ajarkan padanya. Oleh sebab itu, mari kita menjadi guru yang baik karena profesi yang kita jalani saat ini adalah profesi yang mulia, yang mengajarkan anak dari tidak tahu menjadi tahu, membimbing anak agar berakhlakul kharimah serta menggali dan mengembangkan potensi anak sehingga mereka memiliki bekal dalam menghadapi tantangan hidup di masa depan.

Jadilah guru kreatif yang senantiasa mengembangkan diri, menggali potensi dan memiliki semangat untuk terus belajar menjadi guru yang terbaik untuk anak-anak kita di sekolah karena sejatinya proses belajar itu tidak akan pernah berhenti hingga kita menutup mata untuk selamanya. Mari kita tunjukkan bahwa pahlawan tanpa tanda jasa itu bukan hanya sekedar untaian kata tapi memang ada dalam wujud nyata. Terpujilah engkau wahai guru, tetaplah menjadi penerang dalam kegelapan dan teruslah menjadi embun penyejuk dalam dahaga, teruskan pengabdianmu karena engkau adalah pahlawan bangsa sekalipun namamu tidak tercatat dalam sejarah.

 

 

Ditulis di Gowa, bulan September 2021

Sebagai bentuk apresiasi terhadap bapak/ibu guru yang telah berjuang untuk menaklukkan pembelajaran di masa pandemic

Kamis, 26 Agustus 2021

Pembelajaran Berdiferensiasi, Pembelajaran Sosial Emosional dan Teknik Coaching


Menurut Ki Hajar Dewantara, tujuan pendidikan yaitu menuntun tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. Jadi pada intinya semua hal yang dilakukan dalam pendidikan adalah berorientasi pada siswa. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka kita harus mampu menciptakan lingkungan belajar yang berpusat pada murid.

Penerapkan pembelajaran berdiferensiasi, pembelajaran social emosional dan penerapan praktek coaching merupakan upaya yang dilakukan dalam rangka menciptakan pembelajaran yang berpusat pada murid dalam rangka mewujudkan merdeka belajar.


Pembelajaran Berdiferensiasi adalah upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan proses pembelajatran di kelas dalam rangka memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid. Upaya yang dimaksud yaitu :

  1. Menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar 
  2. Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas
  3. Penilaian berkelanjutan
  4. Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar murid
  5. Manajemen kelas yang efektif 

Pembelajaran berdiferensiasi didasarkan pada kebutuhan belajar murid sehingga mereka akan merasa diperhatikan, kebutuhan belajarnya terpenuhi dan pada akhirnya menumbuhkan minat mereka untuk belajar.






 Pembelajaran Sosial Emosional berisi keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan anak untuk dapat bertahan dalam masalah sekaligus memiliki kemampuan memecahkannya, juga untuk mengajarkan mereka menjadi orang yang baik. PSE mencoba untuk memberikan keseimbangan pada individu dan mengembangkan kompetensi personal yang dibutuhkan untuk dapat menjadi sukses. Bagaimana kita sebagai pendidik dapat menggabungkan itu semua dalam pembelajaran sehingga anak-anak dapat belajar menempatkan diri secara efektif dalam konteks lingkungan dan dunia.

 Pembelajaran social emosional dapat  membantu membentuk bagaimana siswa memahami diri mereka sendiri dan orang lain. Dengan demikian kita berbicara tentang anak secara utuh. Apakah anak kita memiliki kesadaran diri, apakah mereka memiliki pemahaman kesadaran sosial, apakah mereka mampu mengambil keputusan yang baik dan bertanggung jawab. Baru setelah itu, kita membahas mengenai konteks akademis dan semua keterampilan penting yang kita butuhkan untuk dapat berhasil dalam hidup. Anak belajar saat hati mereka terbuka, terhubung dengan lingkungan sekitar serta adanya tujuan.




Coaching merupakan suatu kegiatan komunikasi antara dua orang yaitu antara coach dan coachee, dimana coach menstimulasi pemikiran, menggali dan memberdayakan potensi yang ada pada coachee sehingga dapat menemukan solusi untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

Sesuai dengan tujuan pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara yaitu menuntun tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya, maka seorang pendidik sebagai Coach harus mampu menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia.

Dalam konteks pendidikan saat ini, dimana kita harus menerapkan merdeka belajar dalam pembelajaran, maka coaching sangat cocok digunakan sebagai salah satu proses menuntun kemerdekaan belajar tersebut.



Sebagai kesimpulan, Mari kita wujudkan merdeka belajar dengan menciptakan lingkungan belajar dan pembelajaran yang berpusat pada murid. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran diferensiasi, pembelajaran social emosional dan teknik coaching. Penerapan pembelajaran berdiferensiasi dapat membuat murid merasa kebutuhan belajarnya terpenuhi dan berdampak pada peningkatan minat belajar. Pembelajaran social emosional membuat murid memiliki kompetensi kesadaran diri, kemampuan manajemen diri/mengelola emosi, keterampilan berempati, resilien (kemampuan memellihara hubungan baik) serta memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan yang bertanggungjawab. Murid yang menguasai kompetensi social emosional akan menjadi pribadi yang tangguh dalam menghadapi masalah apapun.

Untuk memastikan pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran social emosional berjalan dengan baik, maka pendidik harus memiliki keterampilan coaching yang bertujuan untuk membantu menggali potensi yang ada pada murid agar mereka dapat menemukan solusi dari masalah yang dihadapi dalam pembelajaran sehingga murid merdeka dalam belajar, mampu mengeksplorasi diri dan memaksimalkan potensi yang dimilikinya.


Gowa, 27 Agustus 2021

Minggu, 08 Agustus 2021

KONEKSI ANTAR MATERI_PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI

 A.    PENTINGNYA PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI

 

Menurut Tomlinson (2000), pembelajaran berdiferensiasi adalah usaha untuk menyelesaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid. Dengan pembelajaran berdiferensiasi, murid tidak hanya akan dapat memaksimalkan potensi mereka tapi juga akan banyak belajar tentang nilai kehidupan  penting seperti indahnya perbedaan, saling menghargai, kemerdekaan belajar dan berbagai nilai penting lainnya.

 Adapun ciri pembelajaran berdiferensiasi yaitu :

1.      Lingkungan belajar yang mengundang murid untuk belajar

2.      Tujuan pembelajaran yang  didefenisikan secara jelas

3.      Penilaian Keberlanjutan

4.      Merespon Kebutuhan Belajar Murid

5.      Manajemen Kelas yang Efektif

 

B.    PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI, KEBUTUHAN BELAJAR DAN PENINGKATAN HASIL BELAJAR

 

Dalam pembelajaran berdiferensiasi, yang paling ditekankan adalah kebutuhan belajar murid. Setiap murid memiliki karakteristik sendiri. Mereka berbeda dalam hal minat, kecerdasaran, tingkat ekonomi dan satatus social dan hal ini sangat berpengaruh pada gaya belajar dan kebutuhan belajar murid. Oleh karena itu, seorang pendidik harusnya tidak memberikan perlakuan yang sama kepada murid tapi memperlakukan mereka sesuai kebutuhan belajarnya.

Ada 3 kategori kebutuhan belajar yaitu kebutuhan belajar berdasarkan kesiapan belajar, kebutuhan belajar berdasarkan minat dan kebutuhan belajar berdasarkan profil belajar. Dari 3 kategori  ini, kita kemudian menyusun pemetaaan kebutuhan belajar anak, dimana anak dengan kebutuhan belajar yang sama akan digabung dalam satu kelompok sehingga guru bisa memberikan perlakuan berbeda kepada setiap kelompok .  

Pembelajaran diferensiasi yang mengakomodasi kebutuhan belajar siswa, akan menciptakan lingkungan belajar yang positif sehingga murid belajar dengan rasa aman, guru mengajar untuk mencapai kesuksesan, guru dan siswa berkolaborasi untuk pertumbuhan dan kesuksesan bersama.  Lingkungan belajar yang seperti ini akan memberikan dampak positif  terhadap peningkatan hasil belajar siswa                                                                                                             

C.    KAITAN MATERI ANTAR MODUL

 

Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa pendidikan itu menuntun kodrat yang ada pada anak, menumbuhkan pekerti , bermain dan berhamba pada anak. Jadi pada intinya pemikiran Ki Hajar Dewantara menekankan pada pendidikan yang berpusat pada anak. Oleh karena itu, kita sebagai pendidik harus mampu membuat murid belajar dengan rasa merdeka.

 


Semangat Merdeka Belajar yang sedang dicanangkan ini juga memperkuat tujuan pendidikan nasional yang telah dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, dimana Pendidikan diselenggarakan agar setiap individu dapat menjadi manusia yang “beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Kedua semangat ini yang kemudian memunculkan sebuah pedoman, sebuah penunjuk arah yang konsisten, dalam pendidikan di Indonesia. Pedoman tersebut adalah Profil Pelajar Pancasila. Pelajar pancasila diharapkan menjadi pelajar sepanjang hayat yang berkompetensi global dan berperilaku sesuai nilai pancasila.


Agar siswa dapat berperilaku sesuai dengan nilai pancasila maka langkah pertama yang dilakukan adalah menjadikan sekolah sebagai lembaga pembentukan karakter. Untuk itu, sekolah harus berupaya menumbuhkan budaya positif di sekolah.

Upaya dalam membangun budaya positif di sekolah yang berpihak pada murid diawali dengan membentuk lingkungan kelas yang mendukung terciptanya budaya positif, yaitu dengan menyusun kesepakatan kelas. Kesepakatan kelas yang efektif dapat membantu dalam pembentukan budaya disiplin positif  di kelas. Hal ini juga dapat membantu proses belajar mengajar yang lebih mudah dan tidak menekan



Dengan adanya kesepakatan kelas yang diharapkan dapat menumbuhkan disiplin positif murid serta pembelajaran berdiferensiasi yang mengakomodasi kebutuhan belajar murid (kesiapan murid, minat belajar dan profil belajar) diharapkan murid dapat merasakan merdeka belajar, pembelajaran yang menyenangkan hingga pada akhirnya mengarah pada peningkatan hasil belajar murid.





Selasa, 27 Juli 2021

RANCANGAN AKSI NYATA MEMBUAT KESEPAKATAN KELAS


 

Membuat Kesepakatan Kelas sebagai Langkah Awal Membangun Budaya Positif di Sekolah

 

A.      LATAR BELAKANG


Menghadapi abad 21, permasalahan yang dihadapi generasi kita semakin kompleks. Oleh karena itu, pelajar kita saat ini butuh berbagai keterampilan agar dapat menghadapi berbagai tantangan hidup di abad 21. Selain kompetensi global yang harus dimiliki, tidak kalah penting yang harus ditanamkan adalah pendidikan karakter.

 

Pelajar Indonesia diharapkan menjadi pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan karakter yang sesuai dengan nilai pancasila. Untuk mencapai hal tersebut, dibuatlah suatu pedoman/panduan yang disebut dengan profil pelajar pancasila.

 

Untuk menjadikan pelajar Indonesia yang berprofil pancasila, maka salah satu cara yang dilakukan adalah membangun budaya positif di sekolah. Sekolah merupakan tempat belajar sekaligus sebagai institusi pembentukan karakter.


Sebagai institusi pembentukan karakter, sekolah harus berbenah dengan cara melakukan peninjauan kembali terhadap kurikulum agar lebih mengedepankan pembentukan karakter, kepala sekolah harus berperan aktif dalam membuat kebijakan, aturan dan kegiatan yang mendukung penanaman karakter kepada murid.


Pembangunan budaya positif di sekolah sebagai salah satu upaya pembentukan karakter. Yang dimaksud dengan budaya positif di sekolah ialah  nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid agar murid dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat dan bertanggung jawab. Dalam mewujudkan budaya positif ini, guru memegang peranan sentral. Guru perlu memahami posisi apa yang tepat untuk dapat mewujudkan budaya positif baik lingkup kelas maupun sekolah. Selain itu, pemahaman akan disiplin positif juga diperlukan karena sebagai pamong, guru diharapkan dapat menuntun murid untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Oleh karena itu, selanjutnya, Anda akan mempelajari dua konsep yaitu posisi kontrol guru dan disiplin positif yang menjadi landasan dari budaya positif.

 

Dalam menumbuhkan disiplin pada diri murid secara intrinstik, guru perlu berperan pada posisi kontrol manajer yang bertanya dan membuat kesepakatan kelas bila murid melakukan kesalahan atau pelanggaran, Anak diberi kebebasan, namun perlu  diberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Oleh karena itu, pada kesehariannya, pamong juga berperan sebagai pengontrol untuk mengingatkan murid jika berada dalam bahaya. Pada kesempatan lain, guru juga dapat berperan sebagai teman ketika berinteraksi agar dapat memahami murid dan membangun kedekatan.

Upaya dalam membangun budaya positif di sekolah yang berpihak pada murid diawali dengan membentuk lingkungan kelas yang mendukung terciptanya budaya positif, yaitu dengan menyusun kesepakatan kelas. Kesepakatan kelas yang efektif dapat membantu dalam pembentukan budaya disiplin positif  di kelas. Hal ini juga dapat membantu proses belajar mengajar yang lebih mudah dan tidak menekan. Seringkali permasalahan dengan murid berkaitan dengan komunikasi antara murid dengan guru, terutama ketika murid melanggar suatu aturan dengan alasan tidak mengetahui adanya aturan tersebut. Kurang adanya komunikasi ini menyebabkan relasi murid dan guru menjadi kurang baik.

 

B.      DESKRIPSI AKSI NYATA

 

Aksi nyata yang akan dilakukan adalah membuat kesepakatan kelas sebagai langkah awal dalam membangun budaya positif di sekolah. Berhubung pembelajaran masih dilaksanakan secara daring, maka pembuatan kesepakatan kelas dilakukan melalui video coference menggunakan google meet.


Guru memandu siswa dalam membuat kesepakatan kelas dengan memberikan pertanyaan terkait dengan pembelajaran daring yang diharapkan. Dari penyampaian murid tentang kelas daring harapannya, guru kemudian memandu murid dalam membuat kesepakatan kelas. Setelah kesepakatan kelas dibuat, selanjutnya adalah meminta murid merumuskan konsekuensi yang tepat jika melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan yang telah dibuat. 

 

C.    HASIL DARI AKSI NYATA

 

Aksi nyata yang dilakukan memberikan perubahan positif terhadap keterlibatan murid dalam pembelajaran. Murid menjadi lebih aktif dan disiplin mengikuti pembelajaran daring karena mereka merasa bertanggungjawab terhadap kesepakatan yang telah dibuat.

 

Adanya kesepakatan kelas juga membuat murid senang mengikuti pembelajaran karena mereka merasa apa yang diinginkan dan diharapkan dalam pembelajaran daring terpenuhi. Mereka merasa guru mau mendengarkan dan memfasilitasi keinginannya sehingga hubungan emosional antara guru dan murid menjadi lebih dekat. Guru lebih nyaman mengajar karena murid bersikap terbuka dan murid pun senang belajar karena merasa diperhatikan oleh gurunya.

 


D.     PEMBELAJARAN YANG DIPEROLEH DARI AKSI NYATA YANG DILAKUKAN

 

Selama ini, pembelajaran daring yang dilakukan terkesan seadanya dan sepenuhnya sesuai keinginan guru tanpa mempertimbangkan kehendak murid. Mungkin karena itu, antusiasme siswa dalam mengikuti pembelajaran sangat rendah.


Oleh karena itu dalam pembuatan dan pelaksanaan kesepakatan kelas ini, banyak pembelajaran yang diperoleh diantaranya yaitu bahwa sebagai guru, kita tidak boleh egois dan harus mau mendengarkan harapan dan keinginan murid agar mereka merasa diperhatikan. Proses pembelajaran yang sesuai dengan keinginan murid akan membuat mereka merasa senang mengikuti pembelajaran sehingga secara tidak langsung akan meningkatkan motivasi belajar mereka.

 

E.      RENCANA PERBAIKAN UNTUK MASA YANG AKAN DATANG

 

Semoga pandemi Covid-19 segera beakhir dan pembelajaran tatap muka bisa kembali dilaksanakan. Insya Allah jika pembelajaran dilakukan secara tatap muka, penumbuhan budaya positif dengan membuat kesepakatan kelas akan memberikan hasil yang lebih maksimal karena interaksi guru dan murid lebih baik dibandingkan jika pembelajaran dilakukan secara daring.

 

F.       DOKUMENTASI PROSES DAN HASIL AKSI NYATA

 
Proses pembuatan kesepakatan kelas untuk kelas XII IPA 1 dan 2



Proses pembuatan kesepakatan kelas untuk kelas XII IPA 3 dan 4


Proses pembuatan kesepakatan kelas untuk kelas XII IPA 5, 6 dan 7


Hasil Kesepakatan kelas

 

Konsekuensi jika melakukan pelanggaran kesepakatan kelas

 

                      


                                        


                         

Berbagi Aksi Nyata

 Rencana Aksi Nyata paket modul 3.3 Aksi Nyata modul 3.3