Rencana Aksi Nyata paket modul 3.3
Aksi Nyata modul 3.3
Dalam kehidupan sehari-hari sebagai pendidik ataupun sebagai bagian dari suatu organisasi, kita sering diperhadapkan pada situasi berupa bujukan moral dan dilema etika. Bujukan moral adalah situasi dimana kita dihadapkan pada dua situasi apakah kita akan memilih opsi yang benar atau salah. Sedangkan dilema etika adalah ketika kita diperhadapkan pada situasi benar lawan benar. Dalam kondisi seperti ini, kita dituntut untuk bisa memberikan keputusan yang tepat sehingga tidak merugikan orang lain.
Latar belakang pengetahuan yang dimiliki akan sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan yang diambil. Sebagai contoh, kemampuan memahami pandangan Ki Hajar Dewantara yang dikenal dengan filosofi pratap triloka yaitu Ing Ngarso Sung Thulada (Didepan memberi teladan), Ing Madya Mangun Karsa (Ditengah memberi semangat), Tut wuri Handayani (Di belakang memberi dorongan) sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Apapun keputusan yang diambil tentunya akan tetap memperhatikan peran guru sebagai pemberi teladan, pemberi semangat dan pemberi motivasi.
Selain latar belakang pengetahuan, nilai-nilai yang tertanam dalam diri juga sangat berpengaruh pada pengambilan keputusan. Seseorang yang memiliki nilai diri yang baik seperti jujur, bijaksana, kreatif, inovatif, dll pasti akan mengambil keputusan yang tepat dan tidak akan merugikan orang banyak. Oleh karena itu, untuk bisa membuat keputusan yang baik hendaknya terlebih dahulu memperbaiki nilai diri.
Agar keputusan yang diambil nantinya tepat, maka teknik coaching yang telah dipelajari pada modul sebelumnya dapat dijadikan salah satu bagian dari proses pengambilan keputusan. Teknik coaching dapat membantu menggali informasi lebih
jauh sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Selain itu, tekhnik coaching juga sangat
tepat digunakan untuk mengetahui sejauh mana efektifitas keputusan yang telah diambil.
Ketika menghadapi situasi bujukan moral dan dilema etika, terkadang kita bingung untuk menentukan keputusan yang tepat. Oleh karena itu, bagaimanapun kondisinya, pengambilan keputusan harus disesuaikan dengan nilai-nilai
yang dianut layaknya seorang pendidik yaitu memberi teladan, bersikap
bijaksana, adil, kreatif dan inovatif. Keputusan yang diambil harus disesuaikan
dengan prinsip pengambilan keputusan serta mengikuti 9 langkah pengambilan dan
pengujian keputusan.
Pengambilan keputusan yang tepat tidak
akan merugikan orang banyak tapi sebaliknya memberikan manfaat yang sangat
besar kepada sekitarnya sehingga hubungan individu ataupun kelompok menjadi
harmonis, situasi lingkungan menjadi aman dan kondusif karena tidak ada konflik.
Kesulitan yang dihadapi dalam pengambilan keputusan terhadap kasus dilema etika yang terjadi di lingkungan sekitar adalah paradigma masyarakat. Pengambilan
keputusan masih sangat dipengaruhi oleh paradigma masyarakat di lingkungan tersebut sehingga tidak jarang kita melihat kepentingan pribadi atau kelompok
tertentu lebih dipertimbangkan sehingga tidak objektif dalam pengambilan keputusan.
Prinsip
merdeka belajar yang diaplikasikan oleh seorang guru tentunya akan tercermin
pada keputusan yang diambilnya. Guru akan selalu mengambil keputusan yang
berpihak pada murid sehingga mereka akan merasakan banyak manfaat dari
keputusan yang diambil oleh gurunya sebagai pemimpin pembelajaran. Salah
satunya dengan melibatkan murid dalam pengambilan keputusan terkait pembelajaran
yang diharapkan oleh murid.
Seorang
pemimpin pembelajaran yakni pendidik adalah pemberi teladan, pemberi semangat
dan pemberi motivasi bagi muridnya sesuai filosofi pratap triloka. Oleh karena
itu, pendidik harus mampu mengambil keputusan yang nantinya akan sangat berpengaruh
pada masa depan muridnya, sala s atu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan
membantu dan mendorong siswa untuk memperbaiki nilai yang ada pada dirinya agar
menjadi bekal dalam menghadapi masa depan yang penuh tantangan
Kesimpulan
yang saya ambil dalam modul ini adalah bahwa dalam kehidupan sehari-hari kita
sering diperhadapkan dengan situasi bujukan moral ataupun dilemma etika. Keputusan yang diambil seringkali masih sangat dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan, nilai-nilai yang tertanam dalam diri, perubahan paradigma serta kemampuan menganalisis kasus yang ada. Olah
karena itu, sebelum mengambil keputusan terlebih dahulu harus mengtahui paradigma diletma etika, prinsip
pengambilan keputusan dan mengikuti 9 langkah pengambilan dan pengujian
keputusan.
Materi
modul 3.1 Pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran sangat berkaitan
dengan materi modul 1.1 yaitu filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara, modul 1.2
Nilai diri, modul 1.3 Visi guru penggerak, modul 1.4 penanaman budaya positif dan
modul 2.3 teknik Coaching. Pemahaman yang baik terhadap filosofi pemikiran Ki
Hajar Dewantara, Nilai diri yang baik, adanya visi sebagai guru penggerak,
keinginan untuk menanamkan atau menumbuhkan budaya positif di sekolah akan
sangat berpengaruh dalam mengambil keputusan layaknya seorang pemimpin
pembelajaran. Begitu pula pengetahuan tentang teknik coaching, sangat
bermanfaat dalam menggali informasi sebelum mengambil keputusan dan mengetahui
efektivitas keputusan yang telah diambil.
Terima Kasih
Oktober 2021
“Sebuah perspektif pribadi dalam upaya memotivasi diri sendiri dan rekan guru lainnya untuk terus menjadi pendidik yang kreatif disegala kondisi”
Severe
Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) adalah virus yang menyerang system pernafasan.
Penyakit yang disebabkan oleh virus ini disebut Corona Virus Disease 2019 atau yang lebih dikenal dengan sebutan
Covid-19. Penyakit ini pertama kali ditemukan di China pada akhir 2019 yang
kemudian menyebar luas di seluruh dunia sehingga pada tanggal 9 Maret 2020 World Health Organization (WHO) secara
resmi mendeklarasikan Covid-19 sebagai pandemi.
Covid-19 masuk ke Indonesia di awal tahun 2020
sehingga jika dihitung-hitung, pandemi ini
sudah berlangsung lebih dari 1 tahun bahkan sudah hampir 2 tahun dan
sejak itu pula Indonesia berada di masa pandemi.
Memasuki masa pandemic, banyak sekali perubahan
yang terjadi, baik dalam pola hidup maupun kebiasaan kita sehari-hari. Betapa
tidak, yang tadinya kita bebas mau kemana saja dan melakukan apa saja, kini semua
serba dibatasi. Jargon masa pandemi seperti memakai masker, jaga jarak, di
rumah aja dan rajin cuci tangan, bisa kita dengar dan lihat dimana-mana, baik
dalam bentuk poster, spanduk, flyer, iklan tv dan radio serta media social
sehingga sangat jelas terekam di memori karena begitu akrabnya dengan indra
penglihatan dan pendengaran kita.
Jika dulu kita bebas bepergian, travelling kemana saja, ngumpul sama
teman dan keluarga kapan saja, maka di masa pandemi ini semuanya serba dibatasi
terutama aktivitas yang dilakukan di luar rumah, terlebih lagi jika kegiatan
tersebut melibatkan orang banyak. Pemerintah sepertinya betul-betul waspada
dengan penyebaran covid-19 yang semakin hari semakin memakan banyak korban
sehingga ditetapkanlah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sekitar
pertengahan tahun 2020
Pada saat PSBB, segala bentuk kegiatan yang
melibatkan banyak orang, sama sekali tidak diperbolehkan. Tidak ada acara
pernikahan, kegiatan rapat dan pertemuan ditiadakan, bandara tutup, mall tutup,
bahkan sekolah dan tempat ibadah juga di tutup.
Masyarakat terpenjara di rumah masing-masing. Semua
ketakutan dengan wabah covid karena penyakit ini sangat mudah penularannya.
Orang yang terpaksa keluar rumah harus berganti pakaian dan mandi sebelum
berinteraksi dengan anggota keluarga lain untuk memastikan tubuhnya bersih dari
virus tersebut
Aturan
pembatasan sosial berskala besar seperti buah simalakama bagi pemerintah.
Disatu sisi, ingin melindungi rakyat dari wabah, tapi disisi lain sektor
penting penopang keberlangsungan negara ini juga menjadi lumpuh. Perekonomian lumpuh
total dengan ditutupnya pasar dan mall. Sektor pariwisata mati suri dengan
ditutupnya tempat hiburan, tempat wisata dan hotel. Sektor perhubungan pun sama
terpuruknya dengan ditutupnya stasiun, bandara dan pelabuhan. Lalu bagaimana dengan
dunia pendidikan?
Pendidikan selalu menjadi hal yang menarik untuk
di bahas, bahkan sejak awal pandemi dan semua sekolah ditutup. Apa yang
membuatnya menarik? Karena kebijakan pembelajaran jarak jauh selalu menjadi
kontroversi dan pembicaraan yang hangat. Pola pendidikan yang berubah hampir
3600 secara tiba-tiba dan tanpa persiapan membuat semua menjadi kalang
kabut.
Sekolah dipaksa berpikir keras untuk menentukan
moda pembelajaran jarak jauh yang tepat dan bisa mengakomodasi semua siswanya
untuk mengikuti pembelajaran, Kondisi siswa dengan tingkat ekonomi berbeda
menjadi salah satu hal yang perlu dipertimbangkan karena pada kenyataannya
tidak semua siswa memiliki Hp dan biaya yang cukup untuk membeli kuota. Belum
lagi jika ditempat tinggal siswa tersebut tidak ada jaringan internet sehingga
semakin menyulitkan jika pembelajaran dilakukan secara online. Semua hal
tersebut menjadi hal yang perlu dipertimbangkan dengan baik sebelum memutuskan
moda pembelajaran jarak jauh yang cocok diterapkan oleh sekolah.
Pembelajaran jarak jauh menjadi sesuatu yang
baru dikalangan siswa. Mereka dipaksa belajar sendiri di rumah tanpa bimbingan
langsung dari guru. Hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri karena
mengikuti pembelajaran dengan bimbingan langsung dari guru saja kadang mereka
tidak paham materi yang diajarkan apalagi jika belajar sendiri dan tidak bisa
bertanya langsung ke gurunya. Belum lagi jika mereka kesulitan mengakses materi
pelajaran karena terkendala jaringan.
Bagi siswa yang pintar dan memiliki motivasi
belajar yang tinggi, tentunya akan selalu ada jalan baginya untuk belajar dan
mendapatkan ilmu dari media dan sumber belajar apa saja, tapi bagaimana dengan
siswa yang motivasi belajarnya rendah dan cenderung malas? Jika sewaktu belajar
di sekolah saja sangat sulit baginya mengikuti pembelajaran apalagi di masa
pandemi seperti sekarang dimana mereka tidak diharuskan bangun dan mandi pagi
untuk berangkat ke sekolah. Siswa seperti ini menjadi “pekerjaan rumah” dan
tantangan sendiri bagi sekolah, guru dan orang tua.
Berbicara pembelajaran yang dilakukan di rumah tentunya
tidak akan lepas dari peran orang tua sebagai fasilitator yang memastikan bahwa
pembelajaran tersebut tetap berlangsung sekalipun dilaksanakan di rumah.
Pembelajaran jarak jauh menambah beban orang tua di rumah karena harus berperan
ganda sebagai pencari nafkah sekaligus sebagai ‘guru” di rumah. Bagi orang tua
yang anaknya sudah berada di level SMP dan SMA, bebannya mungkin lebih ringan
karena hanya perlu mengawasi dan memastikan anaknya belajar serta tugasnya
dikerjakan. Tapi bagaimana dengan orang tua yang anaknya berada di level SD dan
TK? Anak yang belum mampu mengerjakan tugas sendiri hanya dengan menonton video
pembelajaran atau mendengarkan petunjuk dari guru melalui voice note secara otomatis akan sangat bergantung dengan orang
tuanya. Orang tua harus bisa menjadi guru yang bisa memberikan petunjuk dan
menjelaskan materi agar anaknya bisa mengerjakan tugas tersebut, apalagi jika
anak tersebut berada di kelas rendah dengan kemampuan membaca saja yang masih
terbata-bata. Pertanyaannya sekarang bagaimana jika orang tua memiliki level
pendidikan yang rendah sehingga selain tidak melek IT, ia juga tidak paham
materi yang sedang dipelajari anaknya. Lantas bagaimana caranya mengajari
anaknya jika ia sendiri tidak paham?
Dalam hal ini, orang tua siswa di rumah
betul-betul menjadi pihak yang sangat merasakan dampak pembelajaran jarak jauh
di masa pandemi. Mereka harus mampu membagi waktu antara bekerja di luar rumah
mencari nafkah sekaligus menjadi guru bagi anaknya di rumah. Di masa pandemi
ini, beban orang tua makin berat. Pendapatan menurun drastis dengan banyaknya
pembatasan beraktivitas, disisi lain biaya hidup semakin tinggi dengan tambahan
biaya kuota perbulan, apalagi jika lebih dari 2 anak yang sekolah dan semuanya belajar online. Untungnya pemerintah merespon
cepat masalah yang dihadapi orang tua dengan memberikan bantuan kuota, yang
meskipun tidak mencukupi tapi patut diapresiasi dan disyukuri karena tidak
sedikit dana yang digelontorkan untuk
membiayai kuota pelajarar se Indonesia yang jumlahnya mencapai 45,3 juta jiwa
pada tahun 2020. Sekalipun tidak mencukupi, namun bantuan kuota ini sangat
ampuh dalam menutupi kebutuhan kuota untuk pembelajaran daring.
Dari sekian banyak masalah di dunia pendidikan
pada masa pandemi, salah satunya yang paling disorot adalah profesi guru yang
biasanya mengajar di dalam kelas, sekarang harus mengajar dari rumah dengan
menggunakan aplikasi online. Pertanyaan tentang kompetensi guru dalam
menggunakan aplikasi online, kemampuan memanage pembelajaran dari rumah,
kemampuan guru merancang pembelajaran yang bisa membuat siswa terlibat aktif
walaupun dilakukan dalam jarak jauh hingga pada pertanyaan apakah masa pandemi membuat guru
menjadi kreatif karena harus mempersiapkan pembelajaran lebih baik atau justru menjadikan
guru masa bodoh dan hanya mengirimkan tugas untuk dikerjakan oleh siswa dan
membebankan tanggung jawab ini ke orang tua sebagai “guru” di rumah?
Di awal pandemi, hampir semua guru mengalami
kesulitan apatah lagi guru-guru yang berusia di atas 50 tahun ke atas dengan
kemampuan IT yang terbatas. Mereka benar-benar dibuat bingung dengan konsep
pembelajaran daring dimana mereka harus berakrab ria dengan komputer atau
laptop yang hampir menjadi barang “sakral” bagi mereka. Bukan karena tidak
mampu memilikinya tapi tidak tahu cara mengoperasikannya. Bagi guru yang
mengajar di perkotaan, walaupun sudah memasuki masa purna bakti, hanya sebagian
kecil dari mereka yang belum bisa mengoperasikan komputer/laptop karena memang
tuntutan kehidupan diperkotaan mengharuskan penguasaan IT yang baik. Tapi
bagaimana dengan guru di daerah, yang jarang bersentuhan dengan laptop/komputer
kemudian diminta melakukan pembelajaran daring? Tidak semua siswa memiliki Hp dan
kalaupun memiliki Hp, tidak ada dana untuk membeli kuota ditambah lagi bagi
mereka yang hidup di perkampungan dengan kondisi jaringan internet yang tidak
stabil.
Lantas benarkah bahwa pembelajaran di masa
pandemic membuat guru masa bodoh? Guu masa bodoh akan menganggap pandemi
sebagai liburan panjang sehingga cukup baginya mengirimkan tugas berupa
soal-soal yang harus dijawab siswa sebagai upaya menggugurkan tanggung jawab di
jam pelajarannya kemudian melakukan kegiatan lain yang tidak berhubungan dengan
tugasnya. Gurumasa bodoh akan memberikan tugas yang banyak namun tugas tersebut
tidak pernah dikoreksi ataupun dicek siapa yang sudah mengumpulkan dan siapa
yang belum. Guru masa bodoh metode
mengajarnya tidak pernah berubah sejak awal pandemic hingga saat ini. Guru masa
bodoh tidak pernah sekalipun melakukan pertemuan dengan siswa walaupun hanya
pertemuan virtual hingga tiba saatnya ujian semester.
Adakah guru seperti itu di masa pandemi ini?
Jawabannya mungkin saja karena guru adalah sebuah profesi yang tergantung pada
karakter individu masing-masing. Siswa level SMA/MA/SMK yang sudah bisa
memberikan penilaian terhadap cara mengajar guru, kadang mengeluhkan adanya
oknum guru yang setiap pertemuan hanya mengirim tugas dan tidak ada umpan balik
dari tugas yang dikirim, apakah jawaban siswa yang diberikan itu benar atau
salah. Mereka juga mengeluhkan guru yang tidak pernah menjelaskan materinya,
hanya meminta siswa membaca sendiri materi tersebut atau meminta siswa menonton
video di youtube kemudian menjawab soal. Padahal, setelah melakukan wawancara,
ternyata sebagian besar siswa sangat senang jika guru menjelaskan langsung
materinya sekalipun hanya lewat video
conference karena dengan begitu mereka bisa berinteraksi langsung dengan
gurunya dan memberikan pertanyaan jika ada materi yang belum dipahami.
Jika ada guru yang bersikap masa bodoh di
pandemi ini , mungkin sebenarnya mereka tidak tahu, belum tau atau tidak mau
tahu tugas pokok dan fungsinya sebagai seorang guru. Atau guru tersebut memang
memiliki karakter yang malas dan tidak kreatif. Guru yang seperti ini
sebenarnya tidak memiliki jiwa pendidik dalam dirinya, sehingga ketika
mendaftar sebagai guru, mungkin orientasinya hanya gaji tetap dan tunjangan
sertifikasi yang cukup menggiurkan bagi pegawai negeri sipil non guru. Tidak
dapat dipungkiri, tunjangan sertifikasi guru menjadi daya tarik tersendiri yang
membuat orang berlomba-lomba mendaftar jadi guru sekalipun mereka menyadari
bahwa sebenarnya tidak ada kompetensi sebagai pendidik dalam dirinya.
Seorang guru tidak cukup jika hanya memiliki
kompetensi professional berupa penguasaan terhadap materi yang diajarkanh.
Selain kompetensi professional, seorang pendidik harus memiliki kompetensi
kepribadian, karakter yang baik agar bisa menjadi teladan bagi muridnya.
Seorang pendidik juga harus memiliki kompetensi social agar dapat menjalin
hubungan baik dengan siswa, rekan guru, kepala sekolah, orang tua siswa dan
masyarakat. Dari 3 kompetensi guru yang telah disebutkan, tidak kalah penting
adalah kompentensi pedagogik, karena hal ini berkaitan erat dengan cara guru
mengelola kelas dan mengembangkan kurikulum sehingga menciptakan pembelajaran
yang menarik dan menumbuhkan minat belajar siswa.
Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003
disebutkan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Guru adalah penyelenggara pendidikan yang merupakan ujung tombak agar
tujuan pendidikan nasional ini dapat tercapai. Mengapa? Karena guru yang
bersentuhan dan berinteraksi langsung dengan peserta didik sehingga bertanggung
jawab penuh dalam mengembangkan potensi dan membentuk karakter peserta didik
agar sesuai dengan tujuan pendidikan.
Menurut Ki Hajara Dewantara, segala yang kita lakukan dalam
dunia pendidikan adalah orientasinya pada anak (siswa). Guru harus mampu
mendidik anak-anak dengan cara yang sesuai dengan tuntunan alam dan zamannya
sendiri, serta menyesuaikan dengan kodratnya. Muatan atau konten pengetahuan yang diadopsi
dari luar tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam
pendidikan diharapkan adanya perubahan budi pekerti. Budi pekerti adalah
perpaduan gerak pikiran, perasaan, kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan
tenaga. Kesempurnaan budi pekerti akan menimbulkan kebijaksanaan. Pembentukan
karakter siswa melalui penanaman budi pekerti ini kemudian dibuatkan pedoman
yang disebut dengan profil pelajar pancasila.
Seorang guru saat ini dituntut untuk dapat menciptakan
pelajar yang berprofil pancasila. Profil pelajar pancasila adalah pelajar yang
memiliki keinginan untuk belajar sepanjang hayat, berkompetensi global dan
memiliki nilai-nilai pancasila. Profil pelajar pancasila tercermin melalui
nilai beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bernalar kritis,
bergotong royong, kreatif, mandiri dan berkhibennakaan global.
Seorang guru yang paham dengan tugas dan tanggung jawabnya
akan senantiasa mengembangkan diri dan menggali potensinya agar menjadi guru
yang lebih baik dan professional untuk anak didiknya sehingga pada akhirnya menjadi
guru yang kreatif. Guru kreatif adalah guru yang mampu menciptakan sesuatu yang
unik dan berbeda dari apa yang selama ini dilakukan dan menyesuaikan dengan
kondisi yang dihadapi untuk kemajuan siswanya. Guru yang kreatif tidak akan
berhenti karena keterbatasan sarana dan prasarana pembelajaran, karena ia
tentunya akan membuat suatu produk inovasi untuk mengatasi keterbatasan
tersebut. Guru kreatif tidak akan menyerah dengan situasi pandemi yang
mengharuskan pembelajaran dilakukan secara daring karena selalu ada seribu satu
macam cara yang akan dilakukan sebagai bentuk adaptasi agar pembelajaran tetap
berlangsung.
Masa pandemi dimana pembelajaran harus dilakukan dari rumah,
justru menjadi ajang asah kreatifitas bagi seorang guru yang kreatif, mereka
berlomba-lomba mengikuti webinar dan
pelatihan online serta belajar otodidak melalui youtube untuk mengetahui metode
dan media pembelajaran yang tepat untuk pembelajaran jarak jauh.
Bagi guru yang mengajar di sekolah yang terletak di
perkotaan, yang tidak terkendala jaringan, mereka berlomba-lomba belajar menggunakan
aplikasi video conference agar tetap
bisa melakukan interaksi dan bertatap muka dengan siswa walaupun hanya lewat video call. Metode pembelajaran ini disenangi
sebagian besar siswa karena mereka tetap bisa bertemu dan berdiskusi dengan
teman-temannya serta bertanya langsung kepada guru jika ada materi yang kurang
dipahami. Meskipun demikian, kendala virtual
meeting ini adalah boros penggunaan kuota dan membutuhkan jaringan yang
betul-betul stabil untuk bisa mengaksesnya,.
Salah satu hikmah yang diperoleh seorang guru kreatif di masa
pandemic adalah keterampilan dalam pembuatan video pembelajaran. Selama ini,
guru cenderung malas membuat video pembelajaran karena tidak terlalu
dibutuhkan. Mengapa mesti membuat video pembelajaran padahal jika dijelaskan
secara langsung, siswa akan lebih paham. Kira-kira itulah salah satu alasan sehingga
video pembelajaran jarang dibuat oleh guru. Namun dimasa pandemi, dimana kita
dianjurkan untuk mengajar dari rumah, maka membuat video menjadi salah satu
pilihan yang tepat bagi seorang guru kreatif. Proses pembuatan video
pembelajaran dimulai dengan membuat rekaman video saat mengajar, mengedit video
untuk memotong atau membuang isi video yang tidak berguna menggunakan aplikasi
edit video lalu mengirimkan ke siswa melalui Whatsapp group atau google
Classroom. Kelebihan video pembelajaran menurut siswa adalah karena bisa
diputar berulang kali hingga materi yang dijelaskan dalam video betul-betul
dipahami.
Membuat bahan ajar dalam bentuk modul dan Lembar Kerja Siswa
bukan hal baru bagi guru karena sebelum pandemi pun guru sering membuatnya.
Namun di masa pandemic dimana guru tidak bisa mengajar siswa secara langsung,
modul dan LKS menjadi salah satu cara yang ampuh untuk tetap melakukan
pembelajaran jarak jauh kepada siswa yang berada di wilayah yang belum memiliki
jaringan internet. Guru yang kreatif merancang dan menyusun sendiri modul dan
LKS yang diberikan kepada siswa sehingga betul-betul sesuai dengan materi yang
akan diajarkan. Bahkan ada guru yang dengan ikhlasnya menggunakan dana pribadi
untuk mencetak dan menggandakan modul/LKS tersebut sebanyak jumlah siswanya. Moda
pembejaran jarak jauh yang digunakan alam pemberian modul/LKS ini adalah moda
luring, dimana siswa diminta ke sekolah mengambil modul untuk dipelajari di
rumah. Modul yang telah dipelajari sampai selesai kemudian dikembalikan ke guru
dan ditukar dengan modul baru untuk materi berikutnya. Strategi penggunaan
modul/LKS ini banyak digunakan oleh guru SD.
Salah satu aplikasi yang paling banyak digunakan guru di masa
pandemic adalah google classroom sebagai
media pemberian materi serta pemberian dan pengumpulan tugas. Guru
menjadikan google classroom sebagai kelas maya tempat berinteraksi dengan siswa
dalam satu kelas. Disini siswa bisa mengumpulkan tugas kemudian guru memeriksa
tugas dan memberi umpan balik atas tugas tersebut. Kelebihan google classroom adalah semua aktivitas
terdokumentasi dengan baik dan guru bisa membuat jadwal kapan tugas tersebut
bisa dibuka oleh siswa dan batas akhir pengumpulannya.
Guru kreatif yang menyadari akan perbedaan karakteristik,
gaya belajar dan minat belajar siswa akan memadukan ketiga metode dia atas
dalam pembelajaran daring sehingga siswa MERDEKA BELAJAR, yaitu siswa memiliki
kebebasan untuk menentukan sendiri cara belajar yang tepat dan sesuai minatnya,
mengikuti virtual meeting, menonton
video pembelajaran, mengerjakan modul atau mengikuti semuanya.
Pembelajaran daring di masa pandemi sudah berjalan selama 1,5
tahun dan sepertinya guru, siswa dan orang tua sudah mulai terbiasa dengan
kondisi ini. Meskipun tentunya semua pihak sangat berharap pandemic ini cepat
berakhir dan pembelajaran tatap muka segera dilaksanakan karena bagaimanapun
kreatifnya seorang guru, pembelajaran jarak jauh membuat perlakuan dan
interaksi dengan siswa menjadi sangat terbatas sehingga hubungan sosial emosional
antara siswa dan guru menjadi berkurang. Padahal hubungan sosial emosional yang
erat antara guru dan siswa sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
pembelajaran.
Dibalik segala keterbatasan yang kita hadapi di masa pandemi
ini, ternyata ada begitu banyak hikmah yang kita peroleh. Jika dulu siswa
sering meremehkan gurunya, sekarang mereka sadar bahwa ternyata secanggih
apapun teknologi, tidak bisa menggantikan peran guru di kelas yang mendidik
mereka dengan sepenuh hati. Orang tua siswa yang tadinya juga kadang tidak
menghargai guru sehingga dengan mudahnya mencibir, menghina bahkan memenjarakan
guru hanya karena berupaya mendisiplinkan anaknya, kini setelah merasakan
menjadi guru di rumah selama masa pandemi, pun mulai mengakui bahwa ternyata
menjadi guru itu sulit, mengajar seseorang dari tidak tau menjadi tahu bukanlah
hal yang mudah dan mengontrol emosi serta berusaha tetap sabar disaat anak berulah
itu membutuhkan manajemen emosi tingkat dewa. Di masa pandemi ini, sudah sering
kita mendengar orang tua melakukan kekerasan hanya karena tidak sabar
mendampingi anaknya belajar. Sungguh pelajaran berharga untuk tidak menjudge
dan meremehkan suatu profesi karena kita tidak tahu kesulitan apa yang ada
dibaliknya.
Sebagai penutup, mari
kita terus bermuhasabah diri, tanyakan kembali kepada diri kita, apakah pandemic
ini menjadikan kita guru kreatif atau malah menjadi guru masa bodoh yang
menutup mata dari siswa dan orang tuanya yang telah menaruh harapan besar di
pundak kita?
Jika memang selama ini kita masih menjadi salah seorang dari
guru masa bodoh tersebut, maka mulai sekarang mari kita memperbaiki nawaetu, menyadari tugas pokok dan tanggung jawab
kita dalam mencersdaskan anak bangsa. Karena menjadi pendidik itu sesungguhnya
bukan hanya perkara dunia tapi bisa menjadi amal jariah pemberat timbangan
kebaikan di yaumul hisab kelak jika kita ikhlas menjalaninya.
Dari sekian banyak siswa yang pernah kita didik,
Insya Allah akan ada satu atau dua orang yang akan mengamalkan hal baik yang
pernah kita ajarkan padanya. Oleh sebab itu, mari kita menjadi guru yang baik
karena profesi yang kita jalani saat ini adalah profesi yang mulia, yang
mengajarkan anak dari tidak tahu menjadi tahu, membimbing anak agar berakhlakul
kharimah serta menggali dan mengembangkan potensi anak sehingga mereka memiliki
bekal dalam menghadapi tantangan hidup di masa depan.
Jadilah guru kreatif yang senantiasa
mengembangkan diri, menggali potensi dan memiliki semangat untuk terus belajar
menjadi guru yang terbaik untuk anak-anak kita di sekolah karena sejatinya
proses belajar itu tidak akan pernah berhenti hingga kita menutup mata untuk
selamanya. Mari kita tunjukkan bahwa pahlawan tanpa tanda jasa itu bukan hanya
sekedar untaian kata tapi memang ada dalam wujud nyata. Terpujilah engkau wahai
guru, tetaplah menjadi penerang dalam kegelapan dan teruslah menjadi embun
penyejuk dalam dahaga, teruskan pengabdianmu karena engkau adalah pahlawan
bangsa sekalipun namamu tidak tercatat dalam sejarah.
Ditulis di Gowa, bulan September 2021
Sebagai bentuk apresiasi terhadap bapak/ibu guru
yang telah berjuang untuk menaklukkan pembelajaran di masa pandemic
Menurut Ki Hajar Dewantara, tujuan pendidikan yaitu menuntun tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. Jadi pada intinya semua hal yang dilakukan dalam pendidikan adalah berorientasi pada siswa. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka kita harus mampu menciptakan lingkungan belajar yang berpusat pada murid.
Penerapkan pembelajaran
berdiferensiasi, pembelajaran social emosional dan penerapan praktek coaching
merupakan upaya yang dilakukan dalam rangka menciptakan pembelajaran yang
berpusat pada murid dalam rangka mewujudkan merdeka belajar.
Pembelajaran Berdiferensiasi adalah upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan proses pembelajatran di kelas dalam rangka memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid. Upaya yang dimaksud yaitu :
Pembelajaran berdiferensiasi didasarkan pada kebutuhan belajar murid sehingga mereka akan merasa diperhatikan, kebutuhan belajarnya terpenuhi dan pada akhirnya menumbuhkan minat mereka untuk belajar.
Coaching merupakan suatu kegiatan
komunikasi antara dua orang yaitu antara coach dan coachee, dimana coach menstimulasi
pemikiran, menggali dan memberdayakan potensi yang ada pada coachee sehingga
dapat menemukan solusi untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Sesuai dengan tujuan pendidikan
menurut Ki Hajar Dewantara yaitu menuntun tumbuhnya atau hidupnya kekuatan
kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya, maka seorang pendidik sebagai
Coach harus mampu menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai
keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia.
Dalam konteks pendidikan saat
ini, dimana kita harus menerapkan merdeka belajar dalam pembelajaran, maka coaching sangat cocok digunakan sebagai
salah satu proses menuntun kemerdekaan belajar tersebut.
Sebagai kesimpulan, Mari kita wujudkan merdeka belajar dengan menciptakan lingkungan belajar dan pembelajaran yang berpusat pada murid. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran diferensiasi, pembelajaran social emosional dan teknik coaching. Penerapan pembelajaran berdiferensiasi dapat membuat murid merasa kebutuhan belajarnya terpenuhi dan berdampak pada peningkatan minat belajar. Pembelajaran social emosional membuat murid memiliki kompetensi kesadaran diri, kemampuan manajemen diri/mengelola emosi, keterampilan berempati, resilien (kemampuan memellihara hubungan baik) serta memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan yang bertanggungjawab. Murid yang menguasai kompetensi social emosional akan menjadi pribadi yang tangguh dalam menghadapi masalah apapun.
Untuk memastikan pembelajaran berdiferensiasi dan
pembelajaran social emosional berjalan dengan baik, maka pendidik harus
memiliki keterampilan coaching yang bertujuan untuk membantu menggali potensi
yang ada pada murid agar mereka dapat menemukan solusi dari masalah yang
dihadapi dalam pembelajaran sehingga murid merdeka dalam belajar, mampu
mengeksplorasi diri dan memaksimalkan potensi yang dimilikinya.
Gowa, 27 Agustus 2021
A. PENTINGNYA PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI
Menurut
Tomlinson (2000), pembelajaran berdiferensiasi adalah usaha untuk menyelesaikan
proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap
murid. Dengan pembelajaran berdiferensiasi, murid tidak hanya akan dapat
memaksimalkan potensi mereka tapi juga akan banyak belajar tentang nilai
kehidupan penting seperti indahnya
perbedaan, saling menghargai, kemerdekaan belajar dan berbagai nilai penting
lainnya.
1.
Lingkungan
belajar yang mengundang murid untuk belajar
2.
Tujuan
pembelajaran yang didefenisikan secara
jelas
3.
Penilaian
Keberlanjutan
4.
Merespon
Kebutuhan Belajar Murid
5.
Manajemen
Kelas yang Efektif
B. PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI, KEBUTUHAN BELAJAR DAN PENINGKATAN HASIL BELAJAR
Dalam
pembelajaran berdiferensiasi, yang paling ditekankan adalah kebutuhan belajar
murid. Setiap murid memiliki karakteristik sendiri. Mereka berbeda dalam hal
minat, kecerdasaran, tingkat ekonomi dan satatus social dan hal ini sangat
berpengaruh pada gaya belajar dan kebutuhan belajar murid. Oleh karena itu,
seorang pendidik harusnya tidak memberikan perlakuan yang sama kepada murid
tapi memperlakukan mereka sesuai kebutuhan belajarnya.
Ada 3 kategori kebutuhan belajar yaitu kebutuhan belajar berdasarkan kesiapan belajar, kebutuhan belajar berdasarkan minat dan kebutuhan belajar berdasarkan profil belajar. Dari 3 kategori ini, kita kemudian menyusun pemetaaan kebutuhan belajar anak, dimana anak dengan kebutuhan belajar yang sama akan digabung dalam satu kelompok sehingga guru bisa memberikan perlakuan berbeda kepada setiap kelompok .
Pembelajaran diferensiasi yang mengakomodasi kebutuhan belajar siswa, akan menciptakan lingkungan belajar yang positif sehingga murid belajar dengan rasa aman, guru mengajar untuk mencapai kesuksesan, guru dan siswa berkolaborasi untuk pertumbuhan dan kesuksesan bersama. Lingkungan belajar yang seperti ini akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan hasil belajar siswa
C. KAITAN
MATERI ANTAR MODUL
Ki Hadjar
Dewantara mengatakan bahwa pendidikan itu menuntun kodrat yang ada pada anak,
menumbuhkan pekerti , bermain dan berhamba pada anak. Jadi pada intinya pemikiran
Ki Hajar Dewantara menekankan pada pendidikan yang berpusat pada anak. Oleh
karena itu, kita sebagai pendidik harus mampu membuat murid belajar dengan rasa
merdeka.
Semangat
Merdeka Belajar yang sedang dicanangkan ini juga memperkuat
tujuan pendidikan nasional yang telah dinyatakan dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 3, dimana Pendidikan diselenggarakan agar setiap individu
dapat menjadi manusia yang “beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Kedua semangat
ini yang kemudian memunculkan sebuah pedoman, sebuah penunjuk
arah yang konsisten, dalam pendidikan di Indonesia. Pedoman tersebut
adalah Profil Pelajar Pancasila. Pelajar pancasila diharapkan menjadi pelajar
sepanjang hayat yang berkompetensi global dan berperilaku sesuai nilai pancasila.
Agar
siswa dapat berperilaku sesuai dengan nilai pancasila maka langkah pertama yang
dilakukan adalah menjadikan sekolah sebagai lembaga pembentukan karakter. Untuk
itu, sekolah harus berupaya menumbuhkan budaya positif di sekolah.
Upaya dalam membangun budaya positif di sekolah yang berpihak pada murid diawali dengan membentuk lingkungan kelas yang mendukung terciptanya budaya positif, yaitu dengan menyusun kesepakatan kelas. Kesepakatan kelas yang efektif dapat membantu dalam pembentukan budaya disiplin positif di kelas. Hal ini juga dapat membantu proses belajar mengajar yang lebih mudah dan tidak menekan
Dengan adanya kesepakatan kelas yang diharapkan dapat
menumbuhkan disiplin positif murid serta pembelajaran berdiferensiasi yang
mengakomodasi kebutuhan belajar murid (kesiapan murid, minat belajar dan profil
belajar) diharapkan murid dapat merasakan merdeka belajar, pembelajaran yang
menyenangkan hingga pada akhirnya mengarah pada peningkatan hasil belajar murid.
A. LATAR BELAKANG
Menghadapi abad 21, permasalahan
yang dihadapi generasi kita semakin kompleks. Oleh karena itu, pelajar kita
saat ini butuh berbagai keterampilan agar dapat menghadapi berbagai tantangan
hidup di abad 21. Selain kompetensi global yang harus dimiliki, tidak kalah
penting yang harus ditanamkan adalah pendidikan karakter.
Pelajar Indonesia diharapkan
menjadi pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan karakter
yang sesuai dengan nilai pancasila. Untuk mencapai hal tersebut, dibuatlah
suatu pedoman/panduan yang disebut dengan profil pelajar pancasila.
Untuk menjadikan pelajar Indonesia yang
berprofil pancasila, maka salah satu cara yang dilakukan adalah membangun
budaya positif di sekolah. Sekolah merupakan tempat belajar sekaligus sebagai
institusi pembentukan karakter.
Sebagai
institusi pembentukan karakter, sekolah harus berbenah dengan cara melakukan
peninjauan kembali terhadap kurikulum agar lebih mengedepankan pembentukan
karakter, kepala sekolah harus berperan aktif dalam membuat kebijakan, aturan
dan kegiatan yang mendukung penanaman karakter kepada murid.
Pembangunan budaya positif di
sekolah sebagai salah satu upaya pembentukan karakter. Yang dimaksud dengan budaya positif di sekolah ialah
nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang
berpihak pada murid agar murid dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis,
penuh hormat dan bertanggung jawab. Dalam mewujudkan budaya positif ini, guru
memegang peranan sentral. Guru perlu memahami posisi apa yang tepat untuk dapat
mewujudkan budaya positif baik lingkup kelas maupun sekolah. Selain itu,
pemahaman akan disiplin positif juga diperlukan karena sebagai pamong, guru
diharapkan dapat menuntun murid untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab.
Oleh karena itu, selanjutnya, Anda akan mempelajari dua konsep yaitu posisi
kontrol guru dan disiplin positif yang menjadi landasan dari budaya positif.
Dalam menumbuhkan disiplin pada diri murid secara
intrinstik, guru perlu berperan pada posisi kontrol manajer yang bertanya dan
membuat kesepakatan kelas bila murid melakukan kesalahan atau pelanggaran, Anak
diberi kebebasan, namun perlu diberi tuntunan dan arahan agar anak tidak
kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Oleh karena itu, pada kesehariannya,
pamong juga berperan sebagai pengontrol untuk mengingatkan murid jika berada
dalam bahaya. Pada kesempatan lain, guru juga dapat berperan sebagai teman
ketika berinteraksi agar dapat memahami murid dan membangun kedekatan.
Upaya dalam membangun budaya positif di sekolah
yang berpihak pada murid diawali dengan membentuk lingkungan kelas yang
mendukung terciptanya budaya positif, yaitu dengan menyusun kesepakatan kelas.
Kesepakatan kelas yang efektif dapat membantu dalam pembentukan budaya disiplin
positif di kelas. Hal ini juga dapat membantu proses belajar mengajar
yang lebih mudah dan tidak menekan. Seringkali permasalahan dengan murid
berkaitan dengan komunikasi antara murid dengan guru, terutama ketika murid
melanggar suatu aturan dengan alasan tidak mengetahui adanya aturan tersebut.
Kurang adanya komunikasi ini menyebabkan relasi murid dan guru menjadi kurang
baik.
B. DESKRIPSI AKSI NYATA
Aksi nyata yang akan dilakukan
adalah membuat kesepakatan kelas sebagai langkah awal dalam membangun budaya
positif di sekolah. Berhubung pembelajaran masih dilaksanakan secara daring,
maka pembuatan kesepakatan kelas dilakukan melalui video coference menggunakan google
meet.
Guru memandu siswa dalam membuat kesepakatan kelas dengan memberikan pertanyaan terkait dengan pembelajaran daring yang diharapkan. Dari penyampaian murid tentang kelas daring harapannya, guru kemudian memandu murid dalam membuat kesepakatan kelas. Setelah kesepakatan kelas dibuat, selanjutnya adalah meminta murid merumuskan konsekuensi yang tepat jika melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan yang telah dibuat.
C. HASIL
DARI AKSI NYATA
Aksi nyata yang dilakukan
memberikan perubahan positif terhadap keterlibatan murid dalam pembelajaran. Murid
menjadi lebih aktif dan disiplin mengikuti pembelajaran daring karena mereka
merasa bertanggungjawab terhadap kesepakatan yang telah dibuat.
Adanya kesepakatan kelas juga membuat murid senang mengikuti pembelajaran karena mereka merasa apa yang diinginkan dan diharapkan dalam pembelajaran daring terpenuhi. Mereka merasa guru mau mendengarkan dan memfasilitasi keinginannya sehingga hubungan emosional antara guru dan murid menjadi lebih dekat. Guru lebih nyaman mengajar karena murid bersikap terbuka dan murid pun senang belajar karena merasa diperhatikan oleh gurunya.
D. PEMBELAJARAN YANG DIPEROLEH DARI AKSI
NYATA YANG DILAKUKAN
Selama ini, pembelajaran daring
yang dilakukan terkesan seadanya dan sepenuhnya sesuai keinginan guru tanpa
mempertimbangkan kehendak murid. Mungkin karena itu, antusiasme siswa dalam
mengikuti pembelajaran sangat rendah.
Oleh karena itu dalam pembuatan dan pelaksanaan kesepakatan kelas ini, banyak pembelajaran yang diperoleh diantaranya yaitu bahwa sebagai guru, kita tidak boleh egois dan harus mau mendengarkan harapan dan keinginan murid agar mereka merasa diperhatikan. Proses pembelajaran yang sesuai dengan keinginan murid akan membuat mereka merasa senang mengikuti pembelajaran sehingga secara tidak langsung akan meningkatkan motivasi belajar mereka.
E. RENCANA PERBAIKAN UNTUK MASA YANG
AKAN DATANG
Semoga pandemi Covid-19 segera beakhir
dan pembelajaran tatap muka bisa kembali dilaksanakan. Insya Allah jika
pembelajaran dilakukan secara tatap muka, penumbuhan budaya positif dengan
membuat kesepakatan kelas akan memberikan hasil yang lebih maksimal karena
interaksi guru dan murid lebih baik dibandingkan jika pembelajaran dilakukan
secara daring.
F. DOKUMENTASI PROSES DAN HASIL AKSI
NYATA
Konsekuensi jika melakukan pelanggaran kesepakatan kelas
Rencana Aksi Nyata paket modul 3.3 Aksi Nyata modul 3.3