“Sebuah perspektif pribadi dalam upaya memotivasi diri sendiri dan rekan guru lainnya untuk terus menjadi pendidik yang kreatif disegala kondisi”
Severe
Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) adalah virus yang menyerang system pernafasan.
Penyakit yang disebabkan oleh virus ini disebut Corona Virus Disease 2019 atau yang lebih dikenal dengan sebutan
Covid-19. Penyakit ini pertama kali ditemukan di China pada akhir 2019 yang
kemudian menyebar luas di seluruh dunia sehingga pada tanggal 9 Maret 2020 World Health Organization (WHO) secara
resmi mendeklarasikan Covid-19 sebagai pandemi.
Covid-19 masuk ke Indonesia di awal tahun 2020
sehingga jika dihitung-hitung, pandemi ini
sudah berlangsung lebih dari 1 tahun bahkan sudah hampir 2 tahun dan
sejak itu pula Indonesia berada di masa pandemi.
Memasuki masa pandemic, banyak sekali perubahan
yang terjadi, baik dalam pola hidup maupun kebiasaan kita sehari-hari. Betapa
tidak, yang tadinya kita bebas mau kemana saja dan melakukan apa saja, kini semua
serba dibatasi. Jargon masa pandemi seperti memakai masker, jaga jarak, di
rumah aja dan rajin cuci tangan, bisa kita dengar dan lihat dimana-mana, baik
dalam bentuk poster, spanduk, flyer, iklan tv dan radio serta media social
sehingga sangat jelas terekam di memori karena begitu akrabnya dengan indra
penglihatan dan pendengaran kita.
Jika dulu kita bebas bepergian, travelling kemana saja, ngumpul sama
teman dan keluarga kapan saja, maka di masa pandemi ini semuanya serba dibatasi
terutama aktivitas yang dilakukan di luar rumah, terlebih lagi jika kegiatan
tersebut melibatkan orang banyak. Pemerintah sepertinya betul-betul waspada
dengan penyebaran covid-19 yang semakin hari semakin memakan banyak korban
sehingga ditetapkanlah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sekitar
pertengahan tahun 2020
Pada saat PSBB, segala bentuk kegiatan yang
melibatkan banyak orang, sama sekali tidak diperbolehkan. Tidak ada acara
pernikahan, kegiatan rapat dan pertemuan ditiadakan, bandara tutup, mall tutup,
bahkan sekolah dan tempat ibadah juga di tutup.
Masyarakat terpenjara di rumah masing-masing. Semua
ketakutan dengan wabah covid karena penyakit ini sangat mudah penularannya.
Orang yang terpaksa keluar rumah harus berganti pakaian dan mandi sebelum
berinteraksi dengan anggota keluarga lain untuk memastikan tubuhnya bersih dari
virus tersebut
Aturan
pembatasan sosial berskala besar seperti buah simalakama bagi pemerintah.
Disatu sisi, ingin melindungi rakyat dari wabah, tapi disisi lain sektor
penting penopang keberlangsungan negara ini juga menjadi lumpuh. Perekonomian lumpuh
total dengan ditutupnya pasar dan mall. Sektor pariwisata mati suri dengan
ditutupnya tempat hiburan, tempat wisata dan hotel. Sektor perhubungan pun sama
terpuruknya dengan ditutupnya stasiun, bandara dan pelabuhan. Lalu bagaimana dengan
dunia pendidikan?
Pendidikan selalu menjadi hal yang menarik untuk
di bahas, bahkan sejak awal pandemi dan semua sekolah ditutup. Apa yang
membuatnya menarik? Karena kebijakan pembelajaran jarak jauh selalu menjadi
kontroversi dan pembicaraan yang hangat. Pola pendidikan yang berubah hampir
3600 secara tiba-tiba dan tanpa persiapan membuat semua menjadi kalang
kabut.
Sekolah dipaksa berpikir keras untuk menentukan
moda pembelajaran jarak jauh yang tepat dan bisa mengakomodasi semua siswanya
untuk mengikuti pembelajaran, Kondisi siswa dengan tingkat ekonomi berbeda
menjadi salah satu hal yang perlu dipertimbangkan karena pada kenyataannya
tidak semua siswa memiliki Hp dan biaya yang cukup untuk membeli kuota. Belum
lagi jika ditempat tinggal siswa tersebut tidak ada jaringan internet sehingga
semakin menyulitkan jika pembelajaran dilakukan secara online. Semua hal
tersebut menjadi hal yang perlu dipertimbangkan dengan baik sebelum memutuskan
moda pembelajaran jarak jauh yang cocok diterapkan oleh sekolah.
Pembelajaran jarak jauh menjadi sesuatu yang
baru dikalangan siswa. Mereka dipaksa belajar sendiri di rumah tanpa bimbingan
langsung dari guru. Hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri karena
mengikuti pembelajaran dengan bimbingan langsung dari guru saja kadang mereka
tidak paham materi yang diajarkan apalagi jika belajar sendiri dan tidak bisa
bertanya langsung ke gurunya. Belum lagi jika mereka kesulitan mengakses materi
pelajaran karena terkendala jaringan.
Bagi siswa yang pintar dan memiliki motivasi
belajar yang tinggi, tentunya akan selalu ada jalan baginya untuk belajar dan
mendapatkan ilmu dari media dan sumber belajar apa saja, tapi bagaimana dengan
siswa yang motivasi belajarnya rendah dan cenderung malas? Jika sewaktu belajar
di sekolah saja sangat sulit baginya mengikuti pembelajaran apalagi di masa
pandemi seperti sekarang dimana mereka tidak diharuskan bangun dan mandi pagi
untuk berangkat ke sekolah. Siswa seperti ini menjadi “pekerjaan rumah” dan
tantangan sendiri bagi sekolah, guru dan orang tua.
Berbicara pembelajaran yang dilakukan di rumah tentunya
tidak akan lepas dari peran orang tua sebagai fasilitator yang memastikan bahwa
pembelajaran tersebut tetap berlangsung sekalipun dilaksanakan di rumah.
Pembelajaran jarak jauh menambah beban orang tua di rumah karena harus berperan
ganda sebagai pencari nafkah sekaligus sebagai ‘guru” di rumah. Bagi orang tua
yang anaknya sudah berada di level SMP dan SMA, bebannya mungkin lebih ringan
karena hanya perlu mengawasi dan memastikan anaknya belajar serta tugasnya
dikerjakan. Tapi bagaimana dengan orang tua yang anaknya berada di level SD dan
TK? Anak yang belum mampu mengerjakan tugas sendiri hanya dengan menonton video
pembelajaran atau mendengarkan petunjuk dari guru melalui voice note secara otomatis akan sangat bergantung dengan orang
tuanya. Orang tua harus bisa menjadi guru yang bisa memberikan petunjuk dan
menjelaskan materi agar anaknya bisa mengerjakan tugas tersebut, apalagi jika
anak tersebut berada di kelas rendah dengan kemampuan membaca saja yang masih
terbata-bata. Pertanyaannya sekarang bagaimana jika orang tua memiliki level
pendidikan yang rendah sehingga selain tidak melek IT, ia juga tidak paham
materi yang sedang dipelajari anaknya. Lantas bagaimana caranya mengajari
anaknya jika ia sendiri tidak paham?
Dalam hal ini, orang tua siswa di rumah
betul-betul menjadi pihak yang sangat merasakan dampak pembelajaran jarak jauh
di masa pandemi. Mereka harus mampu membagi waktu antara bekerja di luar rumah
mencari nafkah sekaligus menjadi guru bagi anaknya di rumah. Di masa pandemi
ini, beban orang tua makin berat. Pendapatan menurun drastis dengan banyaknya
pembatasan beraktivitas, disisi lain biaya hidup semakin tinggi dengan tambahan
biaya kuota perbulan, apalagi jika lebih dari 2 anak yang sekolah dan semuanya belajar online. Untungnya pemerintah merespon
cepat masalah yang dihadapi orang tua dengan memberikan bantuan kuota, yang
meskipun tidak mencukupi tapi patut diapresiasi dan disyukuri karena tidak
sedikit dana yang digelontorkan untuk
membiayai kuota pelajarar se Indonesia yang jumlahnya mencapai 45,3 juta jiwa
pada tahun 2020. Sekalipun tidak mencukupi, namun bantuan kuota ini sangat
ampuh dalam menutupi kebutuhan kuota untuk pembelajaran daring.
Dari sekian banyak masalah di dunia pendidikan
pada masa pandemi, salah satunya yang paling disorot adalah profesi guru yang
biasanya mengajar di dalam kelas, sekarang harus mengajar dari rumah dengan
menggunakan aplikasi online. Pertanyaan tentang kompetensi guru dalam
menggunakan aplikasi online, kemampuan memanage pembelajaran dari rumah,
kemampuan guru merancang pembelajaran yang bisa membuat siswa terlibat aktif
walaupun dilakukan dalam jarak jauh hingga pada pertanyaan apakah masa pandemi membuat guru
menjadi kreatif karena harus mempersiapkan pembelajaran lebih baik atau justru menjadikan
guru masa bodoh dan hanya mengirimkan tugas untuk dikerjakan oleh siswa dan
membebankan tanggung jawab ini ke orang tua sebagai “guru” di rumah?
Di awal pandemi, hampir semua guru mengalami
kesulitan apatah lagi guru-guru yang berusia di atas 50 tahun ke atas dengan
kemampuan IT yang terbatas. Mereka benar-benar dibuat bingung dengan konsep
pembelajaran daring dimana mereka harus berakrab ria dengan komputer atau
laptop yang hampir menjadi barang “sakral” bagi mereka. Bukan karena tidak
mampu memilikinya tapi tidak tahu cara mengoperasikannya. Bagi guru yang
mengajar di perkotaan, walaupun sudah memasuki masa purna bakti, hanya sebagian
kecil dari mereka yang belum bisa mengoperasikan komputer/laptop karena memang
tuntutan kehidupan diperkotaan mengharuskan penguasaan IT yang baik. Tapi
bagaimana dengan guru di daerah, yang jarang bersentuhan dengan laptop/komputer
kemudian diminta melakukan pembelajaran daring? Tidak semua siswa memiliki Hp dan
kalaupun memiliki Hp, tidak ada dana untuk membeli kuota ditambah lagi bagi
mereka yang hidup di perkampungan dengan kondisi jaringan internet yang tidak
stabil.
Lantas benarkah bahwa pembelajaran di masa
pandemic membuat guru masa bodoh? Guu masa bodoh akan menganggap pandemi
sebagai liburan panjang sehingga cukup baginya mengirimkan tugas berupa
soal-soal yang harus dijawab siswa sebagai upaya menggugurkan tanggung jawab di
jam pelajarannya kemudian melakukan kegiatan lain yang tidak berhubungan dengan
tugasnya. Gurumasa bodoh akan memberikan tugas yang banyak namun tugas tersebut
tidak pernah dikoreksi ataupun dicek siapa yang sudah mengumpulkan dan siapa
yang belum. Guru masa bodoh metode
mengajarnya tidak pernah berubah sejak awal pandemic hingga saat ini. Guru masa
bodoh tidak pernah sekalipun melakukan pertemuan dengan siswa walaupun hanya
pertemuan virtual hingga tiba saatnya ujian semester.
Adakah guru seperti itu di masa pandemi ini?
Jawabannya mungkin saja karena guru adalah sebuah profesi yang tergantung pada
karakter individu masing-masing. Siswa level SMA/MA/SMK yang sudah bisa
memberikan penilaian terhadap cara mengajar guru, kadang mengeluhkan adanya
oknum guru yang setiap pertemuan hanya mengirim tugas dan tidak ada umpan balik
dari tugas yang dikirim, apakah jawaban siswa yang diberikan itu benar atau
salah. Mereka juga mengeluhkan guru yang tidak pernah menjelaskan materinya,
hanya meminta siswa membaca sendiri materi tersebut atau meminta siswa menonton
video di youtube kemudian menjawab soal. Padahal, setelah melakukan wawancara,
ternyata sebagian besar siswa sangat senang jika guru menjelaskan langsung
materinya sekalipun hanya lewat video
conference karena dengan begitu mereka bisa berinteraksi langsung dengan
gurunya dan memberikan pertanyaan jika ada materi yang belum dipahami.
Jika ada guru yang bersikap masa bodoh di
pandemi ini , mungkin sebenarnya mereka tidak tahu, belum tau atau tidak mau
tahu tugas pokok dan fungsinya sebagai seorang guru. Atau guru tersebut memang
memiliki karakter yang malas dan tidak kreatif. Guru yang seperti ini
sebenarnya tidak memiliki jiwa pendidik dalam dirinya, sehingga ketika
mendaftar sebagai guru, mungkin orientasinya hanya gaji tetap dan tunjangan
sertifikasi yang cukup menggiurkan bagi pegawai negeri sipil non guru. Tidak
dapat dipungkiri, tunjangan sertifikasi guru menjadi daya tarik tersendiri yang
membuat orang berlomba-lomba mendaftar jadi guru sekalipun mereka menyadari
bahwa sebenarnya tidak ada kompetensi sebagai pendidik dalam dirinya.
Seorang guru tidak cukup jika hanya memiliki
kompetensi professional berupa penguasaan terhadap materi yang diajarkanh.
Selain kompetensi professional, seorang pendidik harus memiliki kompetensi
kepribadian, karakter yang baik agar bisa menjadi teladan bagi muridnya.
Seorang pendidik juga harus memiliki kompetensi social agar dapat menjalin
hubungan baik dengan siswa, rekan guru, kepala sekolah, orang tua siswa dan
masyarakat. Dari 3 kompetensi guru yang telah disebutkan, tidak kalah penting
adalah kompentensi pedagogik, karena hal ini berkaitan erat dengan cara guru
mengelola kelas dan mengembangkan kurikulum sehingga menciptakan pembelajaran
yang menarik dan menumbuhkan minat belajar siswa.
Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003
disebutkan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Guru adalah penyelenggara pendidikan yang merupakan ujung tombak agar
tujuan pendidikan nasional ini dapat tercapai. Mengapa? Karena guru yang
bersentuhan dan berinteraksi langsung dengan peserta didik sehingga bertanggung
jawab penuh dalam mengembangkan potensi dan membentuk karakter peserta didik
agar sesuai dengan tujuan pendidikan.
Menurut Ki Hajara Dewantara, segala yang kita lakukan dalam
dunia pendidikan adalah orientasinya pada anak (siswa). Guru harus mampu
mendidik anak-anak dengan cara yang sesuai dengan tuntunan alam dan zamannya
sendiri, serta menyesuaikan dengan kodratnya. Muatan atau konten pengetahuan yang diadopsi
dari luar tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam
pendidikan diharapkan adanya perubahan budi pekerti. Budi pekerti adalah
perpaduan gerak pikiran, perasaan, kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan
tenaga. Kesempurnaan budi pekerti akan menimbulkan kebijaksanaan. Pembentukan
karakter siswa melalui penanaman budi pekerti ini kemudian dibuatkan pedoman
yang disebut dengan profil pelajar pancasila.
Seorang guru saat ini dituntut untuk dapat menciptakan
pelajar yang berprofil pancasila. Profil pelajar pancasila adalah pelajar yang
memiliki keinginan untuk belajar sepanjang hayat, berkompetensi global dan
memiliki nilai-nilai pancasila. Profil pelajar pancasila tercermin melalui
nilai beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bernalar kritis,
bergotong royong, kreatif, mandiri dan berkhibennakaan global.
Seorang guru yang paham dengan tugas dan tanggung jawabnya
akan senantiasa mengembangkan diri dan menggali potensinya agar menjadi guru
yang lebih baik dan professional untuk anak didiknya sehingga pada akhirnya menjadi
guru yang kreatif. Guru kreatif adalah guru yang mampu menciptakan sesuatu yang
unik dan berbeda dari apa yang selama ini dilakukan dan menyesuaikan dengan
kondisi yang dihadapi untuk kemajuan siswanya. Guru yang kreatif tidak akan
berhenti karena keterbatasan sarana dan prasarana pembelajaran, karena ia
tentunya akan membuat suatu produk inovasi untuk mengatasi keterbatasan
tersebut. Guru kreatif tidak akan menyerah dengan situasi pandemi yang
mengharuskan pembelajaran dilakukan secara daring karena selalu ada seribu satu
macam cara yang akan dilakukan sebagai bentuk adaptasi agar pembelajaran tetap
berlangsung.
Masa pandemi dimana pembelajaran harus dilakukan dari rumah,
justru menjadi ajang asah kreatifitas bagi seorang guru yang kreatif, mereka
berlomba-lomba mengikuti webinar dan
pelatihan online serta belajar otodidak melalui youtube untuk mengetahui metode
dan media pembelajaran yang tepat untuk pembelajaran jarak jauh.
Bagi guru yang mengajar di sekolah yang terletak di
perkotaan, yang tidak terkendala jaringan, mereka berlomba-lomba belajar menggunakan
aplikasi video conference agar tetap
bisa melakukan interaksi dan bertatap muka dengan siswa walaupun hanya lewat video call. Metode pembelajaran ini disenangi
sebagian besar siswa karena mereka tetap bisa bertemu dan berdiskusi dengan
teman-temannya serta bertanya langsung kepada guru jika ada materi yang kurang
dipahami. Meskipun demikian, kendala virtual
meeting ini adalah boros penggunaan kuota dan membutuhkan jaringan yang
betul-betul stabil untuk bisa mengaksesnya,.
Salah satu hikmah yang diperoleh seorang guru kreatif di masa
pandemic adalah keterampilan dalam pembuatan video pembelajaran. Selama ini,
guru cenderung malas membuat video pembelajaran karena tidak terlalu
dibutuhkan. Mengapa mesti membuat video pembelajaran padahal jika dijelaskan
secara langsung, siswa akan lebih paham. Kira-kira itulah salah satu alasan sehingga
video pembelajaran jarang dibuat oleh guru. Namun dimasa pandemi, dimana kita
dianjurkan untuk mengajar dari rumah, maka membuat video menjadi salah satu
pilihan yang tepat bagi seorang guru kreatif. Proses pembuatan video
pembelajaran dimulai dengan membuat rekaman video saat mengajar, mengedit video
untuk memotong atau membuang isi video yang tidak berguna menggunakan aplikasi
edit video lalu mengirimkan ke siswa melalui Whatsapp group atau google
Classroom. Kelebihan video pembelajaran menurut siswa adalah karena bisa
diputar berulang kali hingga materi yang dijelaskan dalam video betul-betul
dipahami.
Membuat bahan ajar dalam bentuk modul dan Lembar Kerja Siswa
bukan hal baru bagi guru karena sebelum pandemi pun guru sering membuatnya.
Namun di masa pandemic dimana guru tidak bisa mengajar siswa secara langsung,
modul dan LKS menjadi salah satu cara yang ampuh untuk tetap melakukan
pembelajaran jarak jauh kepada siswa yang berada di wilayah yang belum memiliki
jaringan internet. Guru yang kreatif merancang dan menyusun sendiri modul dan
LKS yang diberikan kepada siswa sehingga betul-betul sesuai dengan materi yang
akan diajarkan. Bahkan ada guru yang dengan ikhlasnya menggunakan dana pribadi
untuk mencetak dan menggandakan modul/LKS tersebut sebanyak jumlah siswanya. Moda
pembejaran jarak jauh yang digunakan alam pemberian modul/LKS ini adalah moda
luring, dimana siswa diminta ke sekolah mengambil modul untuk dipelajari di
rumah. Modul yang telah dipelajari sampai selesai kemudian dikembalikan ke guru
dan ditukar dengan modul baru untuk materi berikutnya. Strategi penggunaan
modul/LKS ini banyak digunakan oleh guru SD.
Salah satu aplikasi yang paling banyak digunakan guru di masa
pandemic adalah google classroom sebagai
media pemberian materi serta pemberian dan pengumpulan tugas. Guru
menjadikan google classroom sebagai kelas maya tempat berinteraksi dengan siswa
dalam satu kelas. Disini siswa bisa mengumpulkan tugas kemudian guru memeriksa
tugas dan memberi umpan balik atas tugas tersebut. Kelebihan google classroom adalah semua aktivitas
terdokumentasi dengan baik dan guru bisa membuat jadwal kapan tugas tersebut
bisa dibuka oleh siswa dan batas akhir pengumpulannya.
Guru kreatif yang menyadari akan perbedaan karakteristik,
gaya belajar dan minat belajar siswa akan memadukan ketiga metode dia atas
dalam pembelajaran daring sehingga siswa MERDEKA BELAJAR, yaitu siswa memiliki
kebebasan untuk menentukan sendiri cara belajar yang tepat dan sesuai minatnya,
mengikuti virtual meeting, menonton
video pembelajaran, mengerjakan modul atau mengikuti semuanya.
Pembelajaran daring di masa pandemi sudah berjalan selama 1,5
tahun dan sepertinya guru, siswa dan orang tua sudah mulai terbiasa dengan
kondisi ini. Meskipun tentunya semua pihak sangat berharap pandemic ini cepat
berakhir dan pembelajaran tatap muka segera dilaksanakan karena bagaimanapun
kreatifnya seorang guru, pembelajaran jarak jauh membuat perlakuan dan
interaksi dengan siswa menjadi sangat terbatas sehingga hubungan sosial emosional
antara siswa dan guru menjadi berkurang. Padahal hubungan sosial emosional yang
erat antara guru dan siswa sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
pembelajaran.
Dibalik segala keterbatasan yang kita hadapi di masa pandemi
ini, ternyata ada begitu banyak hikmah yang kita peroleh. Jika dulu siswa
sering meremehkan gurunya, sekarang mereka sadar bahwa ternyata secanggih
apapun teknologi, tidak bisa menggantikan peran guru di kelas yang mendidik
mereka dengan sepenuh hati. Orang tua siswa yang tadinya juga kadang tidak
menghargai guru sehingga dengan mudahnya mencibir, menghina bahkan memenjarakan
guru hanya karena berupaya mendisiplinkan anaknya, kini setelah merasakan
menjadi guru di rumah selama masa pandemi, pun mulai mengakui bahwa ternyata
menjadi guru itu sulit, mengajar seseorang dari tidak tau menjadi tahu bukanlah
hal yang mudah dan mengontrol emosi serta berusaha tetap sabar disaat anak berulah
itu membutuhkan manajemen emosi tingkat dewa. Di masa pandemi ini, sudah sering
kita mendengar orang tua melakukan kekerasan hanya karena tidak sabar
mendampingi anaknya belajar. Sungguh pelajaran berharga untuk tidak menjudge
dan meremehkan suatu profesi karena kita tidak tahu kesulitan apa yang ada
dibaliknya.
Sebagai penutup, mari
kita terus bermuhasabah diri, tanyakan kembali kepada diri kita, apakah pandemic
ini menjadikan kita guru kreatif atau malah menjadi guru masa bodoh yang
menutup mata dari siswa dan orang tuanya yang telah menaruh harapan besar di
pundak kita?
Jika memang selama ini kita masih menjadi salah seorang dari
guru masa bodoh tersebut, maka mulai sekarang mari kita memperbaiki nawaetu, menyadari tugas pokok dan tanggung jawab
kita dalam mencersdaskan anak bangsa. Karena menjadi pendidik itu sesungguhnya
bukan hanya perkara dunia tapi bisa menjadi amal jariah pemberat timbangan
kebaikan di yaumul hisab kelak jika kita ikhlas menjalaninya.
Dari sekian banyak siswa yang pernah kita didik,
Insya Allah akan ada satu atau dua orang yang akan mengamalkan hal baik yang
pernah kita ajarkan padanya. Oleh sebab itu, mari kita menjadi guru yang baik
karena profesi yang kita jalani saat ini adalah profesi yang mulia, yang
mengajarkan anak dari tidak tahu menjadi tahu, membimbing anak agar berakhlakul
kharimah serta menggali dan mengembangkan potensi anak sehingga mereka memiliki
bekal dalam menghadapi tantangan hidup di masa depan.
Jadilah guru kreatif yang senantiasa
mengembangkan diri, menggali potensi dan memiliki semangat untuk terus belajar
menjadi guru yang terbaik untuk anak-anak kita di sekolah karena sejatinya
proses belajar itu tidak akan pernah berhenti hingga kita menutup mata untuk
selamanya. Mari kita tunjukkan bahwa pahlawan tanpa tanda jasa itu bukan hanya
sekedar untaian kata tapi memang ada dalam wujud nyata. Terpujilah engkau wahai
guru, tetaplah menjadi penerang dalam kegelapan dan teruslah menjadi embun
penyejuk dalam dahaga, teruskan pengabdianmu karena engkau adalah pahlawan
bangsa sekalipun namamu tidak tercatat dalam sejarah.
Ditulis di Gowa, bulan September 2021
Sebagai bentuk apresiasi terhadap bapak/ibu guru
yang telah berjuang untuk menaklukkan pembelajaran di masa pandemic